MANOKWARI – Pemkab Manokwari dan organisasi ojek sepakat membuat payung hukum terkait jasa ojek. Payung hukum tersebut akan dibahas lebih lanjut oleh organisasi ojek bersama Bagian Hukum serta Dinas Perhubungan, Kelautan dan Perikanan Kabupaten Manokwari.
Kesepakatan itu dicapai setelah rapat dengar pendapat (hearing) di DPRD Manokwari, Kamis (06/10/2022). Hearing dihadiri oleh Asisten I Sekda Manokwari, Wanto; serta pimpinan perangkat daerah terkait seperti Dinas Perhubungan; Bagian Hukum; serta Dinas Perindagkop dan UMKM. Sementara dari DPRD hadir Wakil Ketua DPRD, Bons Sanz Rumbruren; Ketua Komisi B, Romer Tapilatu dan sejumlah anggota dewan.
Usai hearing, Ketua Ojek Binus Manokwari, Anthon Worabai, menyambut baik penyiapan regulasi sebagai payung hukum bagi ojek oleh Pemkab Manokwari melalui perangkat daerah terkait.
Namun demikian, menurut dia, pihaknya akan melihat terlebih dahulu draf payung hukum yang disiapkan karena kepentingan ojek juga harus dimasukkan dalam regulasi tersebut.
“Tentu ojek punya kepentingan juga harus terakomodir karena usulan awal yang baru disampaikan itu baru melalui Perbup. Sementara Perbup ini jangka waktunya satu tahun. Apakah nanti setelah Perbup berjalan kemudian dia berubah jadi apa, perda ataukah dibaharui karena Perbup itu ada batas wewenangnya,” ujarnya.
Menurutnya, di dalam draf regulasi tersebut harus mengcover tentang tarif ojek. Tarif itu harus mengikuti perkembangan dan situasi, dan dasar konkretnya ada pada harga BBM.
“Karena itu, dalam penyusunan nanti pengurus organisasi ojek harus terlibat karena tidak mungkin pemerintah mengetahui apa yang ojek butuhkkan secara internal. Itu tidak bisa, kecuali ojek yang harus hadir untuk menyampaikannya. Salah satu contoh tadi saya sampaikan bahwa kalau memang ini diatur dengan baik, salah satu bagiannya adalah untuk menjadi anggota ojek ini kami akan atur sesuai dengan penerimaan semacam ASN. Jadi harus memenuhi syarat. Mengikuti tes. Salah satu langkah yang diambil pengurus adalah KTP Manokwari, tinggal di Manokwari, harus tahu jalan di Manokwari dan mematuhi aturan yang berlaku di dalam sebagai anggota ojek. Itu baru satu bagian yang mungkin belum tercover ke aturan yang diusungkan sekarang,” katanya.
Selain itu, lanjut Worabai, ke depan ojek tidak mungkin beroperasi di jalur utama. Hal itu butuh kajian karena sudah 20 tahun ojek beroperasi di jalur utama.
“Apakah bagian ini kita masukkan seperti apa, merugikan tidak. Sementara dari sisi lain kami harus memberi sebagai akibat darapada payung hukum lalu dibatasi itu seperti apa. Karena itu, perlu ada ruang lagi untuk berdiskusi panjang,” sebutnya.
Selanjutnya, menurut Worabai, apakah ojek menggunakan badan hukum koperasi atau badan hukum lain. Badan hukum ini akan menentukan di bawah naungan perangkat daerah mana ojek berada.
Jika menggunakan badan hukum koperasi, maka berada di bawah naungan Diinas Perindagkop. Sementara untuk ada di bawah naungan Dinas Perhubungan, maka harus online sesuai Permenhub.
“Yang menjadi soal adalah mama-mama nanti mau ikut ini bagaimana, sehingga yang diharapkan ke depan mau online atau offline tetapi pelayanannya diatur supaya semua bisa berjalan. Dan memang kita harus butuh pengakuan. Secara hukum harus ada pengakuan dari pemda bahwa ojek itu ada di Manokwari diatur seperti ini,” tandasnya.
Sementara itu, Asisten I Sekda Manokwari, Wanto, mengatakan, saat ini sudah ada draf SK Bupati untuk pejasa ojek. Namun Dinas Perhubungan perlu mengumpulkan dan memasukkan semua elemen ke dalam SK tersebut.
Mengenai kapan SK Bupati diselesaikan, dia mengatakan, tergantung dari Dinas Perhubungan.
“Tadi kan saya kasih waktu satu minggu ini segera karena tidak boleh lama-lama. Kalau saya maunya cepat-cepat karena tidak ada yang perlu ditahan-tahan lagi. Persoalan semua sudah jelas,” tegasnya.
Ditanya apakah payung hukum untuk ojek berupa SK, Perbup, atau Perda, Wanto mengatakan, sebelumnya ada Perbup. Tapi draf yang ada sekarang adalah SK Bupati.
Di dalam draf SK Bupati, lanjut Wanto, juga akan diatur mengenai “sumbangan” ojek untuk daerah. Karena itu, zonasi akan diatur, harga ditaur dengan pengguna dibagi atas dua kategori yakni umum dan pelajar.
“Kemudian antrean BBM ojek seperti apa, apakah diberikan tempat khusus untuk ojek atau seperti apa, sehingga ojek tidak mengantre 2 atau 3 jam. Jadi akan dibahas lebih lanjut oleh Bagian Hukum, Dinas Perhubungan, dan organisasi ojek. Tadi saya sudah perintahkan Bagian Hukum, Dinas Perhubungan dengan melibatkan pengurus ojek. Pengurus ojek harus didatangkan supaya elemen-elemen apa yang harus masuk di dalam SK maupun Perbup supaya mencakup, merangkum semuanya,” imbuhnya.
Sementara untuk harga ojek saat ini yang telah disesuaikan dengan harga BBM akan dikaji kembali atau tidak, menurut Wanto, harga saat ini boleh dikatakan wajar. Namun tergantung pada hasil kajian Bagian Hukum dan Dinas Perhubungan.
“Jadi nanti dikaji Bagian Hukum dan Dinas Perhubungan, sehingga semua harus masuk di SK atau Perbup dan semuanya harus tercover dan mewakili. Mewakili dalam artian dari kepentingan ojeknya juga ada, kepentingan pemerintahnya juga ada, lalu kepentingan pengguna jasanya juga ada,” pungkasnya. (SM7)