SUARAMANDIRI, – Puncak Perayaan Hari Ulang Tahun Ke-50 tahun GKI Klasis Kebar dilaksanakan secara meriah melalui prosesi adat dan disatukan dalam bentuk ibadah perayaan 50 tahun berdirinya Klasis GKI Kebar, tepatnya tanggal 9 September 1973- 9 September 2024.
Proses ibadah dimulai dengan tari-tarian adat Suku Mpur Suor mengantarkan rombongan dan tamu undangan yakni Wakil Ketua Sinode GKI di Tanah Papua, Anggota BP Am Wilayah VI , Biro KPK-C Sinode GKI di Tanah Papua, Akademisi Universitas Papua, Perwakilan Pemerintah Kabupaten Tambrauw, Perwakilan Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya dan Provinsi Papua Barat.
Prosesi penjemputan dilakukan menuju gedung gereja GKI Imanuel Anjai guna pelaksanaan ibadah syukur. Ibadah syukur dipimpin oleh Pdt. F. Marlisa, S.Th sebagai pemimpin liturgi, sedangkan refleksi Alkitab dilakukan oleh Pdt. Dr. Anton Rumbewas, M.Th. Ibadah berjalan dengan penuh hikmat, diselingi berbagai pujian vocal group, solo dan paduan suara yang berasal dari jemaat GKI di Klasis Kebar dan denominasi lainnya.
Pdt Dr Anton Rumbewas, M.Th dalam khotbahnya yang diangkat dalam kitab “ULANGAN 11:7; MAZMUR 75:2; IMAMAT 25:10-13 dan tema yang diangkat yakni “TUHAN TELAH MELAKUKAN PERBUATAN BESAR BAGI KITA DI TANAH MPUR SUOR KEBAR”
Dalam perenungannya dijelaskan bahwa Lahirnya Klasis GKI Kebar tidak dapat dipisahkan dari sejarah Pekabaran Injil yang dimulai dari Mansinam 5 Februari 1855. Kemudian Injil tersebar ke seluruh pelosok tanah Papua, khususnya lembah Kebar, tanah leluhur orang Mpur Suor. Guru Injil Anthon Rumander adalah pemberita Injil pertama sebagai perintis yang mendirikan jemaat pertama di Inam pada tahun 1947. Kemudian pada tahun 1948 disusul oleh guru-guru Injil atau para pekabar Injil yang lain.
Guru Injil Anthon Rumander memberitakan Injil dan mendidik orang Inam/Kebar tahun 1947-1951. Guru Injil Anthon Rumander bekerja di jemaat Lahai Roi Atai dari tahun 1952-1956 barulah ke Manokwari meninggalkan Inam/Kebar. Menurut dosen STT I.Z Kijne Jayapura itu, semangat pekabaran Injil di Inam/Kebar tidak berhenti, tetapi dilanjutkan oleh utusan yang lain dari resort Amberbaken. Demikian pula melalui Pekabaran Injil yang berlangsung 101 zending di Tanah Papua, 26 Oktober 1956, GKI di Netherlands Nieuw Guinea (GKI di Tanah Papua) dilantik menjadi gereja mandiri. Ketika itu, dalam perjalanan sejarah Pekabaran Injil, terbentuklah jemaat-jemaat dan klasis-klasis sebagai organisasi gereja yang bertanggung jawab mengatur, menata misi GKI di bidang kesaksian, persekutuan, dan pelayanan agar seluruh tugas panggilan gereja berlangsung dengan teratur, tertib dan sopan.
Ditambahkan oleh Akademisi Sekolan Tinggi Filsfat I.Z Kijne itu lebih lanjut bahwa untuk mencapai tujuan ini, maka pada 9 September 1974 Klasis Kebar dilantik menjadi klasis mandiri. Inilah tanda dan bukti mujizat Allah, bukti karya Allah, bukti kasih Allah yang membawa keselamatan, perdamaian dan peradaban baru bagi penduduk Mpur Suor di Lembah Kebar, ulasan pelayanan ibadah tersebut.
Lebih lanjut, proses ini menyatakan kepada kita, bahwa tangan Tuhan yang tidak kelihatan telah mengatur sejarah Pekabaran Injil, perkembangan sejarah kehidupan penduduk Mpur Suor, sejarah klasis Kebar dan jemaat-jemaatnya. Jadi Allah membuat yang tak mungkin menjadi mungkin, mengukir sejarah, mewujudkan tujuan dan rencana-Nya bagi orang Mpur Suor, pungkasnya. Juga terhadap alam, budaya, tanah, hutan, manusia suku Mpur Suor dan segalanya, papar Akademisi STFT I.Z. Kijne Jayapura itu. Dialah yang membimbing lembah Kebar ke masa depan yang lebih baik. Ini menjadi proklamasi iman, penyerahan diri dalam panggilan dan pengutusan Allah supaya Injil Yesus Kristus sebagai kabar baik, kabar keselamatan, berita kebenaran dapat menyentuh, membarui kehidupan penduduk tanah ini, menghadirkan zaman baru, menumbuhkan peradaban baru, merubah pola pikir dan pola hidup lama menjadi pola pikir, pola hidup dan pola tindak baru atas dasar Injil Yesus Kristus. Kehadiran utusan Allah, Bapak Anthon Rumander serta barisannya adalah bukti yang tak bisa ditiadakan dan diragukan dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan Klasis GKI Kebar dan sejarah penyelamatan yang berlangsung di atas Tanah Mpur Suor. Injil tidak saja membawa pengakuan, tetapi melahirkan manusia baru menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya. Inilah keajaiban karya Allah lewat berita Injil, dan Allah telah menunjukkan kasihnya dengan cara yang sederhana dan luar biasa untuk berjumpa dengan penduduk Mpur Suor. Dr. Frerk Christian Kamma pernah berkata: “Jika orang menyebut Papua, orang menyebut Injil Yesus Kristus, Papua adalah firdaus zending., papar Hamba Tuhan Pdt. Dr. Anton Rumbewas, M.Th. Dituturkan Lebih lanjut dalam perenungan ibadah yang di hadiri sekitar 1000 warga jemaat bahwa ungkapan diatas mengandung pernyataan yang berpusat pada kekuatan Injil serta kesungguhan pekerjaan Tuhan untuk menyelamatkan orang Mpur Suor. Karena itu, jika orang menyebut tanah Mpur Suor, lembah Kebar, maka orang menyebut Injil Yesus Kristus, ujar hamba Tuhan itu menutup sesi renungan religius ibadah perayaan HUT Pekabaran Klasis GKI Kebar itu.
Akhir dari penyampaian perenungan firman Tuhan, maka proses deklarasi Kebar Sebagai Tanah Injil pun dilakukan. Diawali dengan pembacaan naskah deklarasi oleh kepala Suku Besar Mpur Suor yakni Bpk Paulus Ajambuani, didampingi Bpk Jhon Rumbesu dan dikuti proses tanda tangan oleh 11 ketua Jemaat GKI Se-Klasis GKI Kebar, Perwakilan gereja Katolik di Kebar, Perwakilan gereja GPKAI di Kebar Timur, Kepala Sub Suku Maniun, Kepala Sub Suku Mawabit, Kepala Sub Suku Masam, Kepala Sub Suku Mawabuan, Kepala Sub Suku Manekar, Kepala Sub Suku Ajiuw, Kepala Sub Suku Dru, Kepala Distrik Kebar, Kepala Distrik Kebar Selatan, Kepala Distrik Kebar Timur, Kepala Distrik Senopi, Kepala Distrik Mawabuan, Kepala Distrik Manekar, Ketua Klasis GKI Kebar, disahkan oleh BP Pekerja AM Sinode GKI di Tanah Papua, yang diwakili oleh Wakil Ketua I, Pdt. Hiskia Rollo, S.Th.
Di kesempatan yang sama pula Akademisi Universitas Papua, Profesor Sepus M Fatem, M.Sc, dalam pandangannya memberikan penekanan bahwa perayaan 50 tahun HUT Klasis GKI Kebar sebagai tanda syukur umat Tuhan di lembah Kebar sekaligus bagian dari kedewasaan Iman. Usia 50 tahun tentunya sebuah perjalanan panjang yang telah dilewati serta memberikan makna dan komitmen iman melangkah memasuki 50 tahun kedua. Injil telah berbuah dan memberikan hidup bagi Suku Mpur Suor, Injil telah membangun Suku Mpur Suor untuk berdiri dan maju, membangun dirinya diberbagai bidang. Injil juga memberikan makna tentang penyelamatan terhadap kehidupan umat ciptaan di muka bumi terutama kelestarian SDA, lingkungan serta adat istiadat. Diceritakan lanjut bahwa, Lembah Kebar menyimpan sejumlah potensi keanekaragaman hayati maupun keberadaan masyarakat hukum adat, sehingga apapun situasi dan kondisinya perlindungan SDA dan hak warga gereja menjadi penting dalam perayaaan HUT Klasis GKI Kebar. Gereja memiliki peran penting strategis dalam memberikan advokasi, pendampingan maupun membangun kesadaran kembali bahwa alam dan segenap isinya merupakan ciptaan Tuhan yang harus di jaga untuk masa depan anak cucu kita. Berkenaan dengan momentum perayaan HUT ke 50 tahun Klasisi GKi Kebar tanggal 9 September 2024, maka Inisiatif Deklarasi Tanah Adat Suku Mpur Suor Lembah Kebar Sebagai Tanah Injil merupakan sebuah panggilan Iman dan rekonstruksi atas kesadaran kembali untuk membangun semangat eko-teologi di Lembah Kebar, ungkap Guru Besar orang Asli Papua dari Universitas Papua itu.
Penandan-tanganan naskah ini juga dikemas untuk disaksikan oleh 2 orang pasang anak dari tiap sub suku sebagai saksi hidup 50-100 tahun ke depan, bahwa Lembah Kebar telah di persembahkan sebagai Tanah Injil oleh Suku Mpur Suor. Deklarasi ini juga memuat 5 bidang yakni: 1). Bidang Keagamaan; 2) Bidang Ekonomi;3) Bidang SDA dan Lingkungan ; 4) Bidang Sosial Budaya; 5).Bidang Gender dan Perempuan.
Dari 4 bidang tersebut, ujar Akademisi Universitas Papua itu, komponen masyarakat adat yang tergabung dalam wadah gereja GKI di Tanah Papua di Klasis GKI Kebar mendesak Pemerintah Kabupaten Tambrauw untuk membentuk tim dalam menyusun Raperda Tanah Adat Suku Mpur Suor sebagai Tanah Injil, Ranperda Pengendalian Penduduk di Kabupaten Tambrauw dan Ranperda Tentang Penggunaan Lahan di Kabupaten Tambrauw. Ranperda dimaksud pada prinsip akan menjadi bagian utama dalam menjawab isu aktual dan kebutuhan suku Adat Mpur Suor di Lembah Kebar yang telah membangun kesadaran kembali tentang wilayah adatnya sebagai Tanah Injil.
Ketua Klasis GKI Kebar Pdt. M. Z. Manim, S.Si Teo dalam sambutan nya menyampaikan bahwa deklarasi Kebar sebagai Tanah Injil pada dasarnya merupakan sebuah pergumulan Panjang warga gereja GKI dan umat kristen di wilayah Kebar yang juga merupakan masyarakat adat hampir 10 tahun terakhir.
Disisi lain Badan Pekerja Sinode GKI di Tanah Papua yang diwakili oleh Pdt. Hiskia Rollo, S.Th dengan tegas mengatakan bahwa Kebar memiliki peran strategis dalam pekabaran Injil di Tanah Papua, 5 Februari 1855. Hal ini dibuktikan dengan hadirnya hasil pekabaran Injil Zendeling Ottow dan Geisler yakni Sarah Ariks dan Yohan Ariks sebagai buah sulung hasil pekabaran Injil di Tanah Papua, yang berasal dari Lembah Kebar. Artinya bahwa Kebar memiliki peran strategis dalam karya penyelamatan Allah melalui hadirnya anak-anak Lembah Kebar dalam melanjutkan Pekabaran Injil Yesus Kristus.
Disamping itu, Tim Pendamping Penyusunan Naskah Deklarasi Lembah Kebar Wilayah Adat Suku Mpur Suor Sebagai Tanah Injil telah melakukan pendampingan bersama pihak masyarakat adat yang tergabung dalam wadah gereja GKI Klasis Kebar merasa bersyukur. Proses pendampingan dilakukan oleh BP SINODE GKI di Tanah Papua maupun akademisi Universitas Papua. Menurut Prof Dr. Sepus M.Fatem M.Sc sebagai salah satu tim akademisi yang terlibat dalam pendampingan dan penguatan usulan masyarakat dan pihak gereja, naskah usulan warga gereja di Lembah Kebar terdiri dari 13 unsur yang kemudian di sempurnakan oleh tim. Melalui panitia HUT 50 tahun emas, pendampingan usulan aspirasi dilakukan sejak tanggal 22-23 Agustus di Jemaat Imanuel Anjai. Tim yang pendamping terdiri dari Pdt. Dr Anton Rumbewas, M.Th (Akademisi STFT I.Z Kijne) Jayapura, Pdt. L. D. Balubun, S.Th., MM (Sekretaris Departemen pelayanan kasih dan Perdamaian, Sinode GKI di Tanah Papua), Pdt. Gritje Monim, S.Th (Kepala Bidang KPKC Sinode GKI di Tanah Papua) dan Prof. Dr. Sepus M. Fatem, M.Sc (Akademisi Universitas Papua).
Ditambahkan lebih lanjut bahwa pasca pendampingan tepatnya tanggal 9 September 2024 telah dilakukan deklarasi oleh komponen masyarakat adat yang juga sebagai warga GKI di Lembah Kebar. Ini bukti bahwa perlindungan SDA dan pengakuan hak-hak masyarakat adat menjadi bagian dari peran gereja saat ini. Apa lagi ketika berbicara tentang penyelamatan sumberdaya alam, lingkungan dan masyarakat adat telah menjadi amanat gereja GKI di Tanah Papua maupun gereja secara global, Papar Profesor Fatem.
Lebih lanjut menurut Profesor orang asli Papua sekaligus Ketua DPW FGM GKI Provinsi Papua Barat itu, pasca deklarasi, maka telah di susun rencana aksi untuk memastikan bahwa aspirasi warga gereja di wilayah Kebar, terlebih khusus suku Mpur Suor menjadi produk hukum pemerintah daerah kabupaten Tambrauw dan level diatasnya. Dokumen rencana aksi yang telah di susun terdiri dari 4 kegiatan : (1) sosialisasi dan advokasi naskah deklarasi di tingkat warga jemaat, pimpinan gereja, tokoh adat dan tokoh masyarakat ; 2) Dialog dan Penyerahan Aspirasi ke Pemerintah Daerah Kabupaten Tambrauw guna penyusunan Ranperda Tanah Adat Suku Mpur Suor Lembah Kebar Sebagai Tanah Injil; Ranperda Penggunaan Lahan dan Ranperda Pengendalian Penduduk serta 3) Diskusi Publik dan Seminar Dalam rangka membangun spirit dan dukungan publik dalam rangka pengembangan Tanah Adat Suku Mpur Suor Lembah Kebar Sebagai Tanah Injil dan;4) Kajian Tentang Sejarah Pekabaran Injil di Lembah Kebar, Tanah Adat Suku Mpur Suor.
Diharapkan bahwa dokumen ini akan menjadi peta jalan dalam mendorong pengakuan dan perlindungan Tanah Adat Suku Mpur Suor di Lembah Kebar Sebagaimana Komitmen masyarakat adat melalui lembaga sosial dan jaringan pemerintah, pungkas Guru Besar Bidang Politik Sumberdaya Alam, Tata Kelola Kebijakan dan Konservasi Sumberdaya Alam di Fakultas Kehutanan Universitas Papua itu.
Di jelaskan lebih lanjut bahwa, secara politis, komitmen masyarakat adat di wilayah Kebar melalui jaringan sosial gereja, menjadi tantangan tersendiri bagi calon bupati/wakil bupati yang akan terlibat dalam kontestan pemilihan kepala daerah kabupaten Tambrauw. Figur pilihan rakyat yang tepat dan merakyat di hati masyarakat Tambrauw harus bisa mengakomodasi aspirasi dan pergumulan warga gereja. Bagi calon kepala daerah di Kabupaten Tambrauw, perlu membedah kebutuhan pembangunan di Kabupaten Tambrauw. Di paparkan oleh Profesor termuda orang Asli Papua itu bahwa, Kabupaten Tambrauw telah menetapkan perda Nomor 5 tahun 2018 tentang Tambrauw Sebagai Kabupaten Konservasi dan Perda Nomor 6 tahun 2018 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum adat di Kabupaten Tambrauw. Sampai akhir tahun 2024, telah dibentuk Panitia masyarakat Hukum adat melalui SK Bupati Tambrauw Nomor 400.10.4/48/2024 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Bupati Tambrauw Nomor 189.1/16/2022 tentang Pembentukan Panitia Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Tambrauw serta telah menetapkan Panitia Masyarakat Hukum Adat sebagai pelaksana mandat perda tersebut. Sampai pertengahan tahun 2024 ini, pemerintah Daerah Kabupaten Tambrauw telah menetapkan 1 Wilayah Adat Marga dan 2 Wilayah Adat komunal laut serta menerima 6 usulan penetapan dari 6 Komunitas Adat antara lain ; Marga Manim, Manimbu, Makambak, Kasi, Yessa. Artinya bahwa regulasi diatas memiliki korelasi langsung dengan inisiatif dan deklarasi Lembah Kebar Tanah Adat Suku Mpur Suor sebagai Tanah Injil.
Menurutnya, fakta -fakta diatas sejatinya dapat menjadi rumusan kebijakan setiap calon kepala Daerah di Kabupaten Tambrauw ke depan, bahwa perlindungan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, pengakuan hak-hak masyarakat adat di Kabupaten Tambrauw menjadi mandatory untuk dijabarkan oleh setiap kepala daerah terpilih nantinya. Tambrauw memang berbeda jika dibandingkan dengan kabupaten lain di Tanah Papua bahkan di Indonesia, ujar Profesor Sepus Fatem sekaligus staf Ahli Bupati Tambrauw itu.
Spirit yang dilakukan oleh warga gereja GKI dan denominasi di Lembah Kebar , telah menunjukkan bahwa lembaga sosial seperti gereja memiliki peran penting dalam mengakomodasi dinamika perubahan dan respon masyarakat adat terhadap keberlanjutan sumberdaya alam, lingkungan dan hak masyarakt adat sebagai bagian dari transformasi ekologi. Inisiatif ini diharapkan menjadi dorongan bagi kebijakan pemerintah dalam memberikan proteksi terhadap warga gereja yang adalah warga masyarakat adat dalam menyikapi dinamika pembangunan di Tanah Papua yang kian melemahkan posisi warga gereja sekaligus sebagai masyarakat adat. (*)