KUPANG – Tim Paduan Suara Dewas Campuran (PSDC) Provinsi Papua Barat tidak menargetkan juara di Pesparani Katolik Nasional II di Kupang. Tim PSDC hanya menampilkan yang terbaik dan membuktikan bahwa di tengah keterbatasan, Papua juga bisa.
Pelatih tim PSDC Papua Barat, Titus Agusto Bere, mengatakan tim PSDC Papua Barat baru mulai melakukan persiapan pada akhir Juni 2022.
“Banyak proses yang kami jalani dan akhirnya kami mengandalkan potensi di daerah untuk berlatih. Saya salah satu yang dipercayakan melatih tim PSDC Papua Barat yang berasal dari Kabupaten Fakfak,” ungkapnya usai tim PSDC Papua Barat tampil dalam lomba yang digelar di Aula El tari, kantor Gubernur NTT, Minggu (30/10/2022).
Menurut Bere, tim PSDC Papua Barat tidak mengutamakan mencari juara. Namun, tim PSDC Papua Barat menampilkan dan memberikan yang terbaik sekaligus membuktikan bahwa tim dari Tanah Papua dengan segala sumber daya yang minim juga bisa berkarya dan memberikan pesan kepada banyak orang bahwa Papua juga bisa.
“Hasilnya kami tidak dapat juara juga tidak apa-apa tapi yang penting kami tampilkan yang terbaik,” katanya.
Dalam balutan busana nasional, tim PSDC Papua Barat tampil unik dengan menambahkan mahkota khas Kabupaten Fakfak, Papua Barat, yang dinamakan hakma.
“Di Papua khususnya kami di Fakfak, hakma itu dijadikan sebagai simbol bagi seseorang yang memimpin, yang bisa merangkul banyak orang, dan memberikan hal-hal baik kepada banyak orang,” ungkap Bere.
Pada hakma yang dikenakan, terdapat hiasan buah pala dan bulu burung Cenderawasih. Buah pala, menurut Bere, merupakan buah produksi asli dari Kabupaten Fakfak, Papua Barat.
“Itu satu-satunya di Papua. Terus ada bulu burung Cenderawasih. Itu juga sebagai edukasi kepada banyak orang bahwa burung Cenderawasih harus dilindungi. Itu hanya simbol yang dibuat menyerupai bulu burung Cenderawasih,” tukasnya. (SM7)