MANOKWARI – Meski sosialisasi sudah sering dilakukan oleh tim Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Manokwari, masih ada masyarakat yang menolak dikarantina. Hal itu, menurut Ketua Harian Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Manokwari, drg Henri Sembiring, karena masyarakat telah menganggap bahwa di fasikitas karantina (Fasker) seperti di neraka.
Sembiring mengatakan, masyarakat menganggap bahwa mereka yang tertular Covid-19 merupakan aib. Padahal tidak seperti itu. Mereka yang tertular kemungkinan karena tidak melaksanakan protokol kesehatan seperti memakai masker, mencuci tangan pakai sabun, dan menjaga jarak dengan orang lain.
Ketika tertular, katanya, mereka harus dimasukkan dalam fasilitas karantina (faskar). Namun, ada anggapan dikarantina sama dengan dipenjara.
“Dong (mereka) pikir itu masuk neraka, tidak. Itu kita perbaiki gizinya supaya cepat sembuh. Buktinya semua dari Manokwari yang kita perbaiki gizinya bagus. Cuma dong macam masuk neraka kah,” kata Sembiring kepada wartawan di kantor Inspektorat Kabupaten Manokwari, Selasa (14/7/2020).
Menurutnya, fasilitas karantina bukan sesuatu yang menakutkan. Justru di fasilitas karantina mereka dirawat dan dijaga asupan gizinya agar kesembuhan dipercepat.
“Faskar bukan neraka yang menakutkan. Justru kita hitung berat badannya, jumlah protein yang dibutuhkam dan sebagainya. Kita ajar mereka olahraga juga supaya dengan demikian muncul pertahanan tubuh,” katanya.
Ketahanan tubuh, jelas Sembiring, biasanya muncul di hari ke-14. Namun, jika asupan gizi diperbaiki, maka di hari ke-10 ketahanan tubuh sudah sempurna.
“Dengan begitu, ketika swab hari ke-14 negatif dia pulang,” ujarnya.
Dikatakannya bahwa para kepala Puskesmas akan diundang tim fasikitas karantina agar melakukan sosialisasi terkait kegunaan fasilitas tersebut. Melalui sosialisasi itu disampaikan bahwa fasilitas karantina menjadi tempat yang bisa mempercepat kesembuhan.
“Sosialisasi bahwa ketika masuk faskar bukan gelap seluruhnya dunia ini. Justru malah terang ada di situ, kesehatan ada di situ,” tandasnya. (SM7)