JAKARTA, – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus melanjutkan pembangunan jalan perbatasan di Kalimantan dan Papua secara bertahap. Kementerian menargetkan pembangunan jalan perbatasan mencapai 3.770 km hingga akhir tahun 2024.
Hal ini dilakukan demi meningkatkan konektivitas antar wilayah, membuka akses daerah terisolir, serta dalam rangka pemerataan pembangunan di luar Jawa.
“Jaringan jalan perbatasan ini merupakan infrastruktur yang bernilai strategis bagi NKRI dengan fungsi sebagai pertahanan dan keamanan negara dan mendukung pusat pertumbuhan ekonomi baru di kawasan perbatasan,” kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (18/2/2023).
Target konstruksi jalan perbatasan antara lain perkerasan aspal sepanjang 1.717 km, agregat 1.000 km, dan tanah 434 km. Dengan target tersebut, diupayakan kawasan masih menyisakan 198 km berupa hutan.
Saat ini di Pulau Kalimantan, Kementerian PUPR mencatatkan jalan perbatasan membentang dari Kalimantan Timur sepanjang 2.084 km, Kalimantan Utara sepanjang 970 km, dan Kalimantan Barat sepanjang 813 km.
Sementara di Papua, pemerintah merancang program pembangunan jalan paralel perbatasan dengan Papua Nugini sepanjang 1.098 km yakni ruas Jayapura-Yeti sepanjang 127 km, Yeti-Oksibil sepanjang 302 km, dan Oksibil-Merauke 668 km.
“Untuk di Papua tahun ini Insyaallah lelang Jayapura-Wamena sepanjang 50 km, ini dengan skema Availability Payment (AP),” kata Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR Hedy Rahadian.
Secara keseluruhan, pada program kerja Direktorat Jenderal Bina Marga tahun 2023, Kementerian PUPR menargetkan pembangunan jalan untuk peningkatan konektivitas dan aksesbilitas sepanjang 422,35 km, salah satunya akses jalan perbatasan menuju Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Yatetkun di Papua.
Selain itu, Ditjen Bina Marga juga meningkatkan kapasitas dan preservasi untuk peningkatan struktur jalan sepanjang 3.538,36 km, di antaranya ruas Mensalong-Simpang Tiga Apas di Kalimantan Utara.
Kehadiran jalan perbatasan dan akses perbatasan diharapkan akan membuka keterisolasian wilayah yang sangat membantu masyarakat di kawasan perbatasan dalam memperoleh barang kebutuhan pokok dengan lebih mudah dan murah.
Dengan demikian, diharapkan akan mengurangi kesenjangan antarwilayah. Dengan meningkatnya konektivitas masyarakat akan terbentuk jalur-jalur logistik baru yang mendukung tumbuhnya embrio pusat-pusat pertumbuhan.
Untuk pekerjaan pengaspalan diprioritaskan pada area yang sudah ada permukiman atau padat penduduk serta terdapat fasilitas umum seperti Puskesmas, pasar, sekolah, dan kantor pemerintahan. Sementara penggunaan lapisan agregat digunakan pada area yang masih butuh peningkatan lalu lintas harian-nya (LHR).
Di sisi lain, ada sejumlah tantangan dalam pembangunan jalan perbatasan, salah satunya yakni kondisi alam yang masih berupa hutan, pegunungan, dan cuaca. Di samping itu, ketersediaan material konstruksi juga terbatas dan akses lokasi pekerjaan yang sulit dijangkau, sehingga sulit mendatangkan logistik dan pekerja.(*)