21,9 Juta Keluarga Indonesia Berisiko Stunting, BKKBN Kerahkan Tim Pendamping Keluarga

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo. (IST)

SUBANG, JAWA BARAT – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengerahkan 600 ribu personil yang tergabung dalam 200 ribu Tim Pendamping Keluarga (TPK) untuk menekan angka stunting menjadi 14% di tahun 2024 dan keluarga berisiko stunting di Indonesia yang berdasarkan pendataan keluarga 2021 (PK 21), jumlahnya mencapai 21,9 juta keluarga.

Kepala BKKBN, Dr (HC) dr Hasto Wardoyo SpOG (K) dalam apel siaga TPK Bergerak mengatakan 600 ribu personil bertugas melakukan penyuluhan, memfasilitasi pelayanan rujukan dan memfasilitasi pemberian bantuan sosial serta melakukan surveilans kepada sasaran keluarga berisiko stunting.

Bacaan Lainnya

“Jumlah keluarga berisiko stunting ini harus ditekan seminimal mungkin. Mari kita bekerja secara optimal,” kata Hasto dalam Apel Siaga TPK Bergerak di alun-alun Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, Kamis (12/05/2022). Apel siaga ini juga diikuti oleh kelompok TPK secara Daring di 514 Kabupaten/Kota.

Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, prevalensi stunting saat ini masih berada pada angka 24,4 persen.

Dokter Hasto menyebut angka ini masih lebih tinggi dari standar WHO sebesar 20 persen dan jauh dari target tahun 2024 yakni sebesar 14 persen. Ke-600 ribu personel TPK ini direkrut oleh kepala desa/lurah dari seluruh Indonesia. Pemilihan unsur-unsur TPK sejalan dengan kemampuan mereka untuk mendampingi keluarga dan faktor kedekatan mereka dengan para keluarga. Bidan, memiliki kemampuan memberikan pelayanan, dan sekaligus sebagai koordinator lapangan. Kemudian unsur PKK, sebagai fasilitator/mediator, yang memiliki jaringan dan kemampuan membangun hubungan baik lintas sektor di lapangan. Lalu, Kader KB, yang piawai dalam melaksanakan KIE personal dan pengumpulan data (terbukti lewat Pendataan Keluarga tahun 2021).

Pendataan Keluarga Tahun 2021 yang dilakukan oleh lebih dari 700 ribu kader pendata berhasil mendata 66.207.139 kepala keluarga di 33 provinsi dan memetakan keluarga yg teridentifikasi sebagai keluarga beresiko stunting sebanyak 21.906.625 keluarga.

Baca Juga:  Terdapat 56 Anak Stunting di Distrik Tanah Rubuh, Jumlahnya Diperkirakan Terus Bertambah

Pemutakhiran Data Keluarga Berisiko Stunting

Data keluarga beresiko stunting yang dinamis dari waktu ke waktu, memerlukan verifikasi, validasi, dan sekaligus pemutakhiran (updating), agar pemerintah mempunyai data sasaran yang valid dan akurat yang dapat dimanfaatkan untuk  kebutuhan penajaman  sasaran  pendampingan  keluarga  maupun intervensi terhadap keluarga beresiko stunting yang terdiri dari ibu hamil, balita (0-59 bulan), baduta (0-23 bulan).

Oleh karena itu, kader KB akan datang ke rumah para keluarga sasaran untuk melakukan pemutakhiran, verifikasi, dan validasi data, selain melakukan KIE (komunikasi, edukasi dan informasi)  pencegahan stunting. Hal tersebut dapat  dilakukan  bersamaan  mengingat  kader keluarga berencana (KB) juga adalah bagian dari Tim Pendamping Keluarga (TPK) bersama-sama dengan pendamping dari tenaga kesehatan seperti bidan, dan kader Pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK).

Dalam proses pemutakhiran data, keluarga-keluarga yang ditemui TPK diharapkan dapat memberikan data yang akurat, sesuai kondisi sebenarnya. Petugas verifikasi dan validasi (verval) akan mencatat dan melaporkan adanya pemutakhiran atau perbaikan data keluarga sasaran, menggunakan formulir keluarga berisiko stunting. Formulir ini sedikitnya mencatat nama kepala keluarga dan alamat, serta keberadaan anak baduta, balita, pasangan usia subur (PUS), dan ibu hamil. Selain itu faktor-faktor lain ikut dicatatkan, seperti: kondisi lingkungan (ada atau tidaknya sumber air minum layak, dan jamban layak), kondisi PUS (4 terlalu), keberadaan keluarga dengan kategori risiko, dan keberadaan kasus stunting, dan ada atau tidaknya pendampingan dari tim pendamping keluarga.

Mekanisme Kerja Tim Pendamping Keluarga

Kepala BKKBN selaku Ketua Pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) mengungkapkan, TPK akan memberi sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mulai dari edukasi prakonsepsi untuk calon pengantin. Dalam hal ini, calon pengantin diharapkan melakukan pemeriksaan kesehatan dan mengetahui kondisi hemoglobin (Hb) dalam darah, pengukuran tinggi dan berat badan serta lingkar lengan atas.

Baca Juga:  Dikukuhkan Jadi Duta Bapak Asuh Anak Stunting, Ini Perintah KSAD kepada Jajaran TNI AD

Sasaran utama TPK  adalah para calon-calon pengantin, ibu hamil dan ibu pasca persalinan, ibu menyusui, dan anak berusia 0-59 bulan. Nantinya, TPK ini mendeteksi dini faktor risiko stunting baik sensitif maupun spesifik berdasar data yang dia miliki, melakukan pendampingan dan survei, memfaslitasi terhadap apapun pelayanan rujukan serta pendampingan bantuan sosial.

“Tim pendamping keluarga mengawal mulai dari yang mau hamil, mereka yang hamil dan mereka baru punya bayi agar bisa dicegah tidak menimbulkan stunting baru, dan bertanggung jawab untuk memastikan keluarga keluarga yang dipetakan sebagai keluarga yang berisiko melahirkan bayi stunting mendapatkan dukungan yang merupakan haknya,” lanjut dokter Hasto.

Mekanisme kerja TPK dalam melakukan pendampingan keluarga, dimulai dengan koordinasi bersama TPPS sekaitan dengan rencana kerja, sumber daya, pemecahan kendala pelaksanaan pendampingan keluarga di lapangan.

Lebih lanjut, TPK juga melakukan penyuluhan, fasilitasi pelayanan rujukan, dan fasilitasi penerimaan program bantuan sosial kepada sasaran prioritas percepatan penurunan stunting sesuai dengan kebutuhan mereka dalam kerangka percepatan penurunan stunting. Terakhir, TPK melakukan pencatatan dan pelaporan hasil pendampingan dan pemantauan keluarga berisiko stunting sebagai bahan pertimbangan pengambilan tindakan yang dibutuhkan dalam upaya percepatan penurunan stunting.

Mengingat tugasnya yang cukup menantang, TPK telah dan akan terus dilatih dengan berbagai kemampuan sebagaimana penjelasan Kepala BKKBN. “Jadi, para keluarga jangan khawatir karena para TPK ini sudah kami berikan pelatihan tentang bagaimana cara mendampingi keluarga. Para keluarga  yang nantinya didatangi dan  didampingi  juga tidak perlu  khawatir karena  TPK  ini umumnya adalah unsur PKK, bidan atau kader KB yang sudah dikenal oleh warga sekitar” pungkas dokter Hasto. (SM)

Pos terkait