50 Tahun Misionaris di Tanah Papua, Hasilkan Ribuan Alumni, Selamat Jalan Pater Anton Tromp

Misionaris
Pater Anton Bartolomeus Maria Tromp, OSA

MANOKWARI, – Pater Anton Bartolomeus Maria Tromp, OSA adalah salah satu pastor misionaris Augustin (OSA) yang berasal dari negara Kincir Angin-Netherland (Belanda).

Beliau dilahirkan di Haarlem, Sparrenstraat, 20 Maret 1945 dari pasangan Bartolomeus Geradus Tromp (Ayah) dan Dina Cornelia Koks (ibu). P. Anton/Tromp akrabnya adalah anak pertama dari sembilan bersaudara, diantaranya 6 laki-laki dan 3 perempuan. Rupanya ini adalah sebuah team (kesebelasan) sepak bola dari Haarlem. Bartolomeus (ayah-nya) adalah seorang pedagang yang miliki toko. Dina (Ibunya) adalah seorang ibu rumah tangga yang dalam kesahariannya mengurus pekerjaan rumah, layaknya para ibu rumah tangga lainnya.

Bacaan Lainnya

P. Tromp, memulai pendidikannya dari Taman Kanak-Kanak (TK) di St. Liduina Haarlem (1950). Tahun 1957 ia menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar/Sederajat di St. Petrus Canisus, Timorstraat, Haarlem Pius X, Reviusstr. Pada tahun 1962 ia menamatkan studinya dari SLTA di Mendelcollege (HBS-A), Haarlem. Sesudah menyelesaikan studinya di SLTA, ia mengikuti kursus seminar bahasa Latin dan Yunani di Triniteitslyceum Haarlam, (1962-1963), NUFFIC di TU Eindhoven (1962-1963).

Pada tanggal 31 Agustus 1963 sesudah menyelesaikan kursus bahasa Latin dan Yunani di Haarlam, P. Tromp masuk biara Novisiat Augustin di Witmarsum, dan menerima kaul pertamanya pada tangga; 10 September 1964 di biara Novisiat. Tiga tahun berikut, tepatnya tanggal 29 Oktober 1967 di Nijmegen ia menerima Kaul Kekal untuk hidup sebagai seorang biarawan Augustin (OSA) secara penuh.

Kemudian ditahbisakan menjadi imam pada tanggal 07 Desember 1969. Sesudah pentahbisannya P. Tromp mengikuti kursus memisa-Kursus di Roterdam dan Tropenkursus (bahasa Indonesia) di Tropen Institut Amsterdam (1969). Rupanya secara tidak langsung P. Anton Tromp telah dipersiapkan untuk menjadi misionaris di Asia Tenggara, tepanya di Indonesia (Papua). Dengan terus belajar dan mengikuti berbagai kursus, akhirnya P. Anton Tromp, OSA di berangkatkan dari Negeri Belanda menuju Jakarta. Tepat tanggal 20 Januari 1970 P. Tromp tiba dengan selamat di Batavia (Jakarta) dan melanjutkan perjalanan misinya menuju Papua tepatnya di wilayah kepala burung (Manokwari). Dan ditugaskan menjadi pastor Pembantu St. Yohanes di Bintuni (1970-1973). Tugas pelayanan sebagai misionaris di Paroki Bintuni dijalaninya selama tiga tahun, karena ia harus diberangkatkan ke Filipina untuk mengambil studi pastoral sosiologi selama 2 tahun. Sekembalinya dari studi di Filipina (1975), P. Tromp kembali ditugaskan untuk menjadi Delsos Keuskupan Manokwari Sorong dan Ketua Yayasan Sosial Augustinus (1975-1987).

Baca Juga: Mendagri Diminta Bijak Menunjuk Penjabat Gubernur Papua Barat, Velix Wanggai Pilihan Tepat

Menjadi pembina SMU YPPK Augustinus-Sorong (1975-1995), Kepala Kantor Keuskupan Manokwari Sorong (1987-1995), Vikjen atau wakil uskup Manokwari-Sorong (1987-1995), dipercayakan sebagai Administrator Diosesan Keuskupan Manokwari Sorong (1988) dan PJS Paroki Kristus Raja Sorong (1994-1995) serta masih banyak tugas-tugas lain yang diembanya baik dalam lingkungan Keuskupan maupun dalam Regio Ordo Santo Augustinus.

Menjadi Misionaris Augustin Termuda

Sejak berada di bangku Sekolah Dasar, P. Tromp aktif dalam membantu orang tuanya untuk menjaga toko di Vakantiewerk. Sekali-kali memang ia sering bolos pada sore hari karena harus bermain bola. Football adalah hobinya, spesialis penjaga gawang (Keeper) memang cocok dengan postur tubuh yang ideal seperti P. Tromp.

Ketika berusia 25 tahun dan satu tahun sesudah pentahbisannya beliau diberi mandat oleh Provinsialat Augustin Belanda untuk menjadi misionaris di tanah Papua. Hal ini sebagai sebuah upaya untuk membantu karya pelayanan pastoral yang telah dimulai oleh para saudara se-ordo yang sudah berada dahulu di tanah Papua, dibawah pimpinan Mgr. Petrus van Diepen, OSA dkk. Tugas itu diterima oleh P. Tromp dalam ketaatan dan kerendahan hatinya juga kesederhanaannya dalam bermisi.

Menjadi misionaris dalam usia mudah adalah sebuah tantangan yang luar biasa. Sebab beliau harus memulai karya pelayanan pastoralnya dengan segala keterbatasan, terlebih khusus dalam berkomunikasi dengan umat/masyarakat yang akan dilayani. Walaupun sebelumnya telah memperlajari/mengikuti kursus Bahasa Indonesia di Belanda, namun demikian kenyataan dalam karya pastoralnya cukup berbeda, karena hampir semua umat/masyarakat di daerah pedalaman Papua lebih kuat dalam menggunakan Bahasa tradisional (daerah). Akan tetapi, beliau amat mudah mengatasinya, karena memiliki kecerdasan dan prinsip yang kuat untuk tekun mempelajarinya.

Tugas pertamanya sebagai Pastor Pembantu di Paroki St. Yohanes –Bintuni memberikan banyak pengalaman yang berarti. Kedekatan beliau dengan seluruh umat/masyarakat, menjadi senjata untuk memudahkannya dalam berkomunikasi. Pelayanan-pelayanannya selama menjdi pastor pembantu mendapat sambutan dari semua umat yang berada di setiap stasi yang ada dalam wilayah paroki.

Berjalan, menyusuri hutan dan lembah dengan bermil-mil jalannya, semangat untuk pelayanan tetap membara. Energitas tubuh yang kalah itu masih kekar menjamin efektivitasnya sebuah pelayanan pastoral. Semua itu demi misi pewartaan nilai-nilai Kerajaan Allah.

Menjadi Warga Negara Indonesia

Pengalaman-pengalaman berpastoralnya dan ketekunannya dalam mempelajari bahasa Indonesia meninggalkan banyak kesan yang berarti. Di samping ada lelucon dan canda tawa, juga ada berbabagai tantangan yang dihadapinya sebagai seorang imam muda.

Dua Puluh Lima (25) tahun hidup dengan identitas sebagai Warga Negara Asing (WNA) tentu menimbulkan banyak kendala dalam pelayanan administrasi dan lain sebagainya. Kala itu, proses naturalisasi/pewarganegaraan tidak bersifat pragmatis sebagaimana yang terjadi dewasa ini. Walaupun demikian berbagai macam prosedur dilalui untuk mendapatkan naturalisasi sebagai Warga Negara Indonesia. Akhirnya, harapan itu terjadi pada tahun 1995. P. Anton Tromp akhirnya menjadi seorang Warga Negara Indonesia.

Keinginan untuk menjadi Warga Negara Indonesia merupakan niatnya, karena beliau memiliki tujuan mulia untuk berkarya sepanjang hayatnya di tanah Papua. Bahasa Indonesia telah mendarah daging dalam dirinya. Bahkan beliau lebih mahir atau telaten dalam menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik, benar dan tepat. Beberapa saudara misionaris, telah kembali Belanda karena gagal dalam proses naturalisasi dan juga karena ingin menghabiskan masa tuanya di negaranya.

Namun beberapa di antaranya enggan untuk kembali berkarya di Belanda, termasuk P. Anton Tromp. Hingga saat ini misionaris Augustin (OSA) yang masih tetap tinggal di Papua-Indonesia ialah beliau sendiri.

Pastor Figur

Menjadi seorang imam tidak hanya memiliki tugas untuk mempersembahkan ekaristi. Tetapi, lebih dari itu ialah menjadi hamba dalam pelayanan cinta kasih. Kehidupan yang semakin pelik dengan hadirnya berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) kadang membuat semangat para klerus pun terhimpit dalam perspektif pragmatis dalam pelayanan pastoral. Pelayanan pastoral seringkali terjadi secara tidak efektif dan efisien. Namun, yang dilakukan oleh saudara kami ialah bahwa beliau belum bisa Move on dalam karya pastoral yang sifatnya prosedural dan tersistematisasi. Istilah “Gembala berbauh domba” tepat disematkan untuk seorang figur seperti P. Anton Tromp, OSA. Pelayanannya benar-benar mendarat pada persoalan yang dihadapi oleh umat. Berbagai nasehat, wejangan dan upaya yang dilakukan untuk membantu umat agar keluar dari persoalan kehidupan, seperti perkawinan yang berbelit-belit, keluarga yang kurang harmonis, kesehatan dan pendidikan menjadi suatu bagian yang melekat dalam dirinya.

Figurnya sebagai seorang imam dalam Keuskupan Manokwari Sorong, telah membahana diberbagai tempat pelayanannya. Beliau adalah sosok imam yang sangat paham dan trampil dalam membuat pertimbangan dan reksa pastoral. Dorongan-dorongan untuk pembaharuan gereja yang lebih kontekstual selalu ada dalam benaknya. Tanpa menyimpang dari aturan-aturan pokok gereja Katolik, beliau terus mengharapkan adanya upaya untuk melayani umat dengan penuh kerendahan hati. Beliau adalah sosok panutan bagi umat, para imam-imam muda di Keuskupan Manokwari Sorong, dan para saudara seordo. Memberikan motivasi dalam karya pelayanan pastoral bukan hanya dengan kata-kata, tetapi cara dan perilaku hidupnya.

Ketegasannya dalam motivasi untuk menyadarkan para saudara Augustin, para imam dan biarawan-biarawati untuk siap sedia melayani umat dalam kerendahan hati adalah bagian dari hidupnya. Kalimat yang seringkali keluar dari mulutnya ialah “ Tugas imam ialah menguduskan umat, dan tugas umat ialah menguduskan imamnya”. Dengan demikian, menjadi imam bukan merupakan suatu jabatan klerikal yang membuat seorang imam jatuh “ke atas” jatuh dalam kesombongan, melainkan harus di dalam semangat kerendahan hati dalam pelayanan.

Saudara sekaligus Motivator

P. Anton Tromp, OSA sebagai seorang misionaris Augustin, telah banyak memberikan sumbangsinya bagi kehidupan masayarakat di tanah Papua Barat. Sumbangsinya tidak hanya secara finansial, membantu orang-orang sakit, pendidikan, orang miskin dan mereka yang tersingkirkan dalam kalangan kelompoknya, tetapi juga sumbangan moril yang menyadarkan umat dan segenap masyarakat.

Karena itu, karya pastoralnya tidak hanya dikenal dalam kalangan Gereja Katolik, tetapi juga lintas gereja. Kewibawaannya sebagai seorang pemimpin umat memberikan banyak bukti bahwa beliau berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi umat dan masyarakat di tanah Papua.

Sebagai seorang Pastor (imam) beliau amat tegas dalam aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh gereja. Ia selalu menjaga dengan tekun, agar nilai-nilai kristiani yang diwartakan oleh setiap klerus dapat menembus relung umat dan menyadarkan umat bahwa pastor bukan segalanya (bukan Tuhan Allah).

Beliau adalah tipe seorang imam yang pragmatis, tidak mempersulit umat dan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan gereja. Sebagai saudara, beliau adalah figur pemimpin yang memberikan banyak contoh dan teladan dalam hidup membiara. Walaupun seringkali terbesit, bahwa ia masih tetap mempertahankan kebiasaan kuno (lama), namun demikian ia adalah saudara yang telah menyadarkan para saudara lain, tentang pentingnya spitirualitas Augustinus menjadi tolak ukur dalam pelayanan pastoral dan pelayanan caritatif lainnya. Sikap ketaatan, Kesederhanaan dan kemurnian hatinya dalam pelayanan menjadi contoh bagi para saudara lainya. Figur sebagai saudara yang masih setia dalam pelayanan dan kehidupan bersama dalam komunitas menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Betapa bersyukurnya para saudara Augustin karena telah memiliki seorang saudara yang dengan kesetiaannya masih tetap memberikan semangat dan suri teladannya.

Pendidik yang unggul di Keuskupan Manokwari Sorong

Menjadi motivator dalam bidang pelayanan adalah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Walupun usia mulai termakan ngengat waktu dan kesehatan tidak lagi efisien, namun semangat pelayanan tetap membara. Seperti api, walaupun ia mulai redup namun ia tetap membakar. Hingga saat ini beliau tetap eksis dalam berkarya, baik di bidang sosial, pastoral dan teristimewa dalam bidang pendidikan di tanah Papua Barat. Sikapnya yang tegas dan lugas menciptakan kedisiplinan dan rasa tanggung jawab yang tinggi. Komitmennya untuk memanusiakan manusia di bumi cendrawasi telah tertanam dalam dirinya. Pengalaman-pengalaman mendidik telah ia lalui bersama Keuskupan Manokwari Sorong.

Sejak tahun 1979 pergerakkannya di bidang pendidikan mulai terlihat. Pembangunan SMU YPPK St. Agustinus Sorong dan beberapa sekolah YPPK lain di daerah pedalaman adalah buah karya dari sang motivator ini. Berlanjut dengan pembangunan Seminari Petrus Van Diepen (2005), beliau dengan semangat yang sama terus melakukan upaya untuk mengangkat SDM di tanah Papua melalui jalur pendidikan rupanya masih hidup sampai saat ini. Hingga pada tahun 2007 mulai dengan suatu visi untuk membangun pendidikan dalam karya Ordo Santo Augustinus di Papua Indonesia, yang kini telah hadir SMA Katolik Villanova di Susweni (Manokwari) dan SMP Katolik Villanova di Maripi (Manokwari).

Dasar pendidikan yang telah diletakkan beliau merupakan barometer untuk keberlanjutan karya pendidikan Ordo Santo Augustinus “Viakariat Christus Totus” Papua-Indonesia. Bagi beliau usaha untuk “memanusiakan manusia” di bumi cendrawasih hanya dapat dilakukan melalui jalur pendidikan, baik formal maupun non formal. Dalam hal ini pendidikan dalam keluarga menjadi barometer keberlanjutan pendidikan anak selanjutnya.

Oleh karena itu, usaha pencerdasan SDM tidak harus dilakukan dalam pendidikan formal, tetapi lebih dari itu ialah melalui pendidikan keluarga.

Selama berkiprah dalam dunia pendidikan di Papua Barat, beliau telah memiliki ribuan alumni yang hingga saat ini tetap eksis dalam komunikasi. Semua peserta didik yang mendapatkan pengalaman belajar dari P. Tromp, kini telah menjadi manusia-manusia yang unggul, berprestasi, potensial, bermutu tinggi, berkarakter baik, dan memiliki moral yang bijak. Mereka semua telah memiliki kehidupan yang baik, bekerja baik dalam bidang pemerintahan, sosial kemasyarakatan dan keagamaan. Tak ketinggalan beberapa menjadi imam dan petugas pastoral di tanah Papua. Walaupun sejumlah besar lain sudah tiada atau pun belum di ketahui keberadaannya, namun P. Tromp selalu berupaya mencari dengan membuat daftar para alumni-alumnus, baik dari SMA Augustinus Sorong, Seminari SPVD dan sekolah-sekolah milik ordo sendiri.

2020 Tahun berahmat (Golden Year)

Tahun 2020 adalah tahun yang berahmat bagi saudara kami P. Anton Tromp, OSA. Tahun 2020 merupakan tahun Emas (Golden Year) yang patut disyukuri. Tahun bersejarah yang sudah dikenang dan akan di kenang. Karena pada tahun ini P. Anton Tromp, OSA, genap berusia 75 tahun, dan 25 tahun menjadi Warga Negara Indonesia serta 50 tahun sebagai misionaris di tanah Papua (1970-2020).

Angka 25, 50, 75 dalam bilangan aritmatika dan geometri merupakan sebuah pola deret-barisan angka yang memiliki skala nilai yang sempurna. Angka-angka dalam urutan waktu ini memberi isyarat bahwa kebijaksanaan itu akan mencapai kesempurnaannya. Perayaan syukur atas kehidupan ini memberi arti bahwa Allah memiliki rencana tersendiri bagi beliau. Sudah begitu banyak hikmat dan kebijaksanaan yang telah beliau wartakan dalam kehidupan umat manusia di tanah Papua.

Tahun 2020 memberikan kesempatan bagi semua saudara Augustin dan juga umat sekalian yang pernah merasakan pelayanan beliau maupun yang sekarang ini turut serta dalam kebahagiaan bersama dengannya.

Semangat Cor unum anima una in Deum akan semakin membara dan terus membakar jiwa melalui keteladanan yang engkau berikan. Doa terbaik selalu untukmu, beliau, saudara kami, Pastor, guru, dan penasehat yang baik. Semoga tahun ini saudara senantiasa mendapatkan anugerah berlimpah dari Allah. Tetap dan tegar terus menjadi motivator bagi kami semua.

Pater Steve Alo (Copyright SMA Vilanova Manokwari).

Pos terkait