MANOKWARI – Menteri Kesehatan telah mengeluarkan edaran terkait biaya rapid test. Sesuai edaran itu, batas tertinggi biaya rapid test sebesar Rp 150 ribu. Namun, Kabupaten Manokwari tidak bisa mengikuti harga rapid test sesuai edaran tersebut.
Plh. Bupati Manokwari, Edi Budoyo, mengatakan, batasan besaran biaya raid test itu untuk daerah di Pulau Jawa. Sementara daerah-daerah akan sulit mengikuti batasan itu karena tidak cukup.
Sebab, untuk melakukan rapid test, bukan hanya alat rapid test yang dibutuhkan. Ada kebutuhan lain dalam melakukan rapid test seperti APD bagi petugas serta biaya bagi petugas analis dan dokter. Selain itu, untuk mendatangkan rapid test saja biayanya Rp 160 ribu.
“Biaya tertinggi yang masuk logika itu paling tidak Rp 300 ribu. Kalau Rp 150 ribu sebagaimana edaran Menteri Kesehatan, itu di Jakarta karena di sana ada rapid test yang harganya murah, tapi di sini tidak ada. Oleh karena itu, kita akan mengambil jalan tengah yaitu tertinggi Rp 300 ribu,” kata Budoyo kepada wartawan di Puskesmas Sanggeng, Manokwari, Jumat (10/7/2020).
Namun, untuk penetapan harga itu dibutuhkan perbup. Oleh karena itu, akan segera dibuatkan perbupnya.
“Nanti harus ada perbupnya untuk menindaklanjuti edaran itu,” katanya.
Ketua Harian Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Manokwari, drg. Henri Sembiring, mengatakan, penentuan harga rapid test oleh Kementerian Kesehatan tanpa melalui koordinasi dengan daerah. Sebaiknya sebelum memutuskan seperti itu dikoordinasikan dengan setiap daerah.
Di Manokwari, kata dia, tidak serta merta mengikuti batas tertinggi Rp 150 ribu sesuai edaran Menteri Kesehatan. Sebab, di distributor di Manokwari harga terendah adalah Rp 160 ribu.
“Rapid test di distributor di Manokwari tidak ada yang harga Rp 150 ribu. Rapid test tidak bisa dia tusuk orang pu (punya) jari. Harus ada orang pakai masker, handscoon (sarung tangan), dan sebagainya. Jadi kita sesuaikan dengan kondisi di daerah,” tegasnya.
Menurut Sembiring, saat ini pihaknya menyiapkan surat untuk dikirimkan ke kantor pajak guna membebaskan pajak rapid test. Sebab, untuk rapid test ada pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen.
Dalam surat, katanya, disampaikan bahwa saat ini dalam keadaan darurat bencana non alam, sehingga jika bisa digratiskan. Jika pajak rapid test digratiskan, menurutnya, biaya rapid test bisa diturunkan menjadi Rp 300 ribu dari sebelumnya Rp 450 ribu.
“Rp 300 ribu itu kalau pajak rapid test dibebaskan oleh kantor pajak,” sebutnya.
Ditambahkan Sembiring, jika mengikuti edaran Menteri Kesehatan yang menetapkan batasan tertinggi biaya rapid test Rp 150 ribu, maka akan ada banyak orang yang akan melakukan perjalanan mandiri. Hal itu akan membuat Gugus Tugas Covid-19 kewalahan melayani mereka. (SM7)