PENULIS : Dr. Abidin, S.T., M.Si. — Dosen Universitas Buddhi Dharma & Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina.
Saat ini kita tengah berada di hari Jum’at pertama di bulan Dzulqa’dah, yakni bulan kesebelas dalam kalender hijriyah. Bulan Dzulqa’dah juga termasuk ke dalam salah satu bulan yang dimuliakan atau bulan haram (al-asyhur al-hurum), selain Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.
Bulan Dzulqa’dah terletak di antara bulan Syawal dan bulan Dzulhijjah. Sehingga bulan Dzulqa’dah diapit oleh dua hari raya yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Oleh karenanya, di daerah-daerah tertentu, bulan Dzulqa’dah dikenal juga dengan bulan Apit (Jawa) atau Hapit (Sunda).
Dalam budaya Arab sendiri, bulan Dzulqa’dah dikenal dengan bulan duduk-duduk. Disebut bulan duduk-duduk karena pada bulan ini, biasanya orang Arab sebelum Islam, lebih banyak berdiam diri di rumah, tidak bepergian dan menahan diri dari peperangan.
Sebagai bulan yang dimuliakan, Dzulqa’dah tentu memiliki berbagai keistimewaan tersendiri dibandingkan dengan bulan-bulan yang lainnya. Beberapa keistimewaan bulan Dzulqa’dah dapat dipaparkan berikut ini.
Bulan Haram
Seperti yang telah dibahas pada bagian awal tulisan ini, bahwa bulan Dzulqa’dah adalah termasuk salah satu bulan haram. Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya yang artinya:
“Sesungguhnya bilang bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasannya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS. At-Taubah [9]: 36).
Baginda Rasulullah SAW juga bersabda yang artinya: “Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Bulan Mendulang Pahala
Menurut pendapat Al Qadhi Abu Ya’la, sangatlah utama untuk melakukan berbagai amalan ketaatan pada bulan-bulan haram. Oleh karena itu, para ulama salaf banyak melakukan berbagai amal ketaatan sebagai bentuk optimalisasi ibadah di bulan haram agar dapat mendulang pahala.
Satu hal lagi yang harus diingat adalah pada bulan haram ini, termasuk Dzulqa’dah, Allah tidak hanya melipatgandakan pahala berbagai bentuk ibadah ketaatan yang dilakukan, namun Allah juga melipatgandakan dosa dari kemaksiatan yang dilakukan. Oleh karenanya, berhati-hatilah.
Ibnu Abbas berpendapat bahwa Allah SWT menetapkan empat bulan di atas sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, oleh karenanya melakukan kemaksiatan pada keempat bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan shalih yang dilakukan akan mendapatkan pahala yang lebih banyak pula.
Bulan Ibadah Haji
Allah SWT berfirman yang artinya: “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (QS. Al-Baqarah [2]: 197).
Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa tidak sah ihram untuk ibadah haji kecuali pada beberapa bulan yang dimaklumi (asyhur ma’lumat). Imam Bukhari mengatakan bahwa menurut Ibnu Umar, yang dimaksud dengan asyhur ma’lumat adalah Syawal, Dzulqa’dah, dan sepuluh hari di bulan Dzulhijjah.
Disunnahkan Memperbanyak Puasa
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, Rasulullah SAW pernah berdialog dengan sahabat Al-Bahili. Baginda Rasulullah SAW hampir-hampir tidak mengenali sahabat Al-Bahili setelah sekitar satu tahun tidak bertemu.
Beliau bersabda: “Apa yang membuatmu berubah sedangkan dulu keadaanmu baik-baik saja (segar bugar)?” Al-Bahili menjawab: “Aku tidak makan kecuali pada malam hari (yakni berpuasa) semenjak berpisah denganmu.”
Rasulullah SAW bersabda: “Mengapa engkau menyiksa dirimu? Berpuasalah di bulan sabar dan sehari di setiap bulan.” Al-Bahili menjawab: “Tambah lagi (yaa Rasulullah), sesungguhnya aku masih kuat.”
Rasulullah SAW bersabda: “Berpuasalah dua hari (setiap bulan).” Al-Bahili pun menjawab: “Tambah lagi (yaa Rasulullah), sesungguhnya aku masih kuat.”
Rasulullah SAW bersabda: “Berpuasalah tiga hari (setiap bulan).” Al-Bahili pun menjawab: “Tambah lagi (yaa Rasulullah), sesungguhnya aku masih kuat.”
Rasulullah SAW bersabda: “Jika engkau menghendaki berpuasalah engkau di bulan-bulan haram (Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram) dan jika engkau menghendaki maka tinggalkanlah.” Beliau mengatakan hal itu tiga kali sambil menggenggam tiga jarinya kemudian membukanya.
Bulan Bertemunya Nabi Musa AS dengan Allah SWT
Bulan Dzulqa’dah merupakan bulan dimana Nabi Musa AS bertemu dengan Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya:
“Dan telah kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. …” (QS. Al-A’raf [7]: 142).
Menurut jumhur ulama, tiga puluh malam yang dijanjikan Allah SWT kepada Nabi Musa untuk bertemu adalah di bulan Dzulqa’dah, sedangkan sepuluh malam tambahannya adalah sepuluh hari di bulan Dzulhijjah.
Itulah beberapa keistimewaan yang ada pada bulan Dzulqa’dah. Semoga pada bulan ini kita dapat melakukan berbagai kebaikan, meninggalkan berbagai kemaksiatan, dan semoga kita dapat mendulang pahala di bulan-bulan haram yang diawali dari bulan Dzulqa’dah ini.(*)