Waisai, Raja Ampat – Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kabupaten Raja Ampat berinisiatif menjadi penengah atau mediator perihal proses penuntutan ganti rugi atas insiden kandasnya Kapal Velocity diatas ref pulau Wai, distrik Batanta Utara, Raja Ampat yang terjadi pada tanggal 2 Juli 2025.
Langkah awal yang diambil Dinas LH Raja Ampat adalah mempertemukan seluruh pihak yang akan terlibat, khususnya dua kelompok masyarakat adat pemilik ulayat, yakni Dewan Adat Suku Betew-Kafdarun dan Dewan Adat Suku Maya, dalam hal ini Masyarakat Adat Salawati Batanta (SalBat). Juga hadir Satuan Polair Polres Raja Ampat dan Perwakilan Tim Jaga Laut BLUD UPTD Kawasan Konservasi Perairan Raja Ampat.

Setelah mendengar seluruh pendapat dan masukan serta tanggapan perihal berbagai langkah hukum yang akan diambil, memimpin jalannya pertemuan, Kepala Dinas LH Kabupaten Raja Ampat, Marthen L.R Bartholomeus ST.,M.Si memberikan arahan agar kedua kelompok masyarakat adat berembuk dan berkoordinasi secara internal kekeluargaan agar mendapatkan kesepakatan atas ganti rugi yang diinginkan agar adil dan sesuai mekanisme adat kedua belah pihak.
Dan setelah itu, selanjutnya pertemuan berikut akan dilaksanakan untuk proses estimasi kerugian yang diakibatkan kepada megabiodiversitas dilokasi Pulau Wai bersama para tim ahli, diantaranya Tim BLUD UPTD KKP Raja Ampat dan Satpolair Polres Raja Ampat yang telah melakukan verifikasi lapangan, khususnya tim Gakkum LHK berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun 2001 tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang.
Kepada awak media, Kadis LH menjelaskan bahwa proses ganti rugi dan atau langkah hukum lainnya dengan melibatkan masyarakat adat atas insiden tabrak dan kandasnya kapal di perairan laut Raja Ampat bukan hal baru. Dirinya melakukan kilas balik atas salah satu insiden yakni Kapal Asing Caledonian Sky yang prosesnya berlarut-larut hingga beberapa tahun dikarenakan prosesnya yang kompleks berurusan dengan pihak asing dan minimnya pemahaman atas proses hukum oleh masyarakat adat.
Sehingga ia berharap proses selanjutnya yakni ganti rugi antara masyarakat adat dan pihak perusahaan pemilik kapal diserahkan pemerintah pusat, yakni Kementerian LHK kepada Pemda Raja Ampat sebagai mediator agar segera rampung dan Kapal Velocity milik pihak perusahaan pun dapat segera beraktifitas kembali.
“Kami di Dinas LH mengawal mekanisme ini dilingkup masyarakat adat pemilik ulayat agar prosesnya dapat berjalan lancar dan pemerintah pusat dapat menyerahkan proses selanjutnya ditingkat Pemda setelah mempertimbangkan pemenuhan seluruh aspeknya,” jelas Marthen Bartholomeus. (SM14)