KPK Usut Dugaan Korupsi Dana Otsus Papua

korupsi dana otsus

PAPUA, – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah fokus mendalami kasus dugaan korupsi dana otonomi khusus (Otsus) Papua. Pendalaman kasus ini dilakukan seiring perjalanan penyidikan Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe.

“Terkait pendalaman dugaan korupsi dana Otsus Papua, kami pastikan KPK konsen terhadap pendalaman informasi mengenai hal tersebut,” kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (21/2/2023).

Dia mengatakan pihaknya segera memanggil para saksi untuk mendapatkan keterangan lebih lanjut terkait dugaan pidana dalam pembahasan dan penganggaran dana Otsus Papua ini.

“Bahan keterangan yang mendukung segera kami kumpulkan. Pada porsi yang sama, KPK juga gencar melakukan upaya pencegahan, pendidikan, serta kerja sama kelembagaan untuk mendukung pemberantasan korupsi,” ujarnya.

Sebelumnya, tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai menyelisik dugaan adanya pidana korupsi dalam pembahasan dan penganggaran dana otonomi khusus (otsus) di Provinsi Papua.

Hal tersebut diketahui saat tim penyidik lembaga antirasuah memeriksa Wakil Ketua DPRD Papua Yunus Wonda dalam penyidikan kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe.

Yunus Wonda diperiksa tim penyidik di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (20/1).

“Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan pembahasan penganggaran untuk APBD termasuk dana otonomi khusus di Provinisi Papua,” ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, Jumat (20/1/2023).

Tidak hanya otsus, KPK juga mendalami soal anggaran operasional Lukas Enembe selaku Gubernur Papua. “Didalami juga mengenai pos alokasi anggaran untuk operasional tersangka LE (Lukas Enembe) sebagai Gubernur,” kata Ali.

KPK menjerat Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua. Lukas Enembe diduga menerima suap atau gratifikasi sebesar Rp10 miliar.

Selain itu, KPK juga telah memblokir rekening dengan nilai sekitar Rp76,2 miliar.

Kasus ini bermula saat Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mendapatkan proyek infrastruktur usai melobi Lukas Enembe dan beberapa pejabat Pemprov Papua. Padahal perusahaan Rijatono bergerak dibidang farmasi.

Kesepakatan yang disanggupi Rijatono dan diterima Lukas Enembe serta beberapa pejabat di Pemprov Papua di antaranya yaitu adanya pembagian persentase fee proyek hingga mencapai 14 % dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.

Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar. Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.

Dari tiga proyek itu, Lukas diduga sudah menerima Rp1 miliar dari Rijatono.

Baca Juga: Guna Membongkar Kasus Suap Lukas Enembe, KPK Periksa Ketua Majelis Rakyat Papua

Dalam kasus ini, Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(*)

Pos terkait