MANOKWARI – Masyarakat Pulau Mansinam yang mengelola penangkaran ketam kenari butuh pelatihan untuk merawat dan mengembangbiakkan hewan potensial ini. Sebab, selama ini perawatan dilakukan secara alamiah.
Penasihat kelompok pengelola penangkaran ketam kenari Pulau Mansinam, Frits Rumbruren, mengatakan, sebelum adanya penangkaran, ketam kenari kurang terlindungi. Dengan adanya penangkaran, selain habitatnya, ketam kenari sendiri juga dilindungi.
“Jadi ada perlindungan keamanan dan perkembangan untuk biota ini,” ujarnya kepada wartawan usai mendampingi pimpinan dan anggota Komisi C DPRD Manokwari serta Kepala Dinas Perhubungan, Kelautan, dan Perikanan Kabupaten Manokwari melihat penangkaran ketam kenari di Pulau Mansinam, Jumat (15/5/2020).
Ketam kenari bisa mendatangkan penghasilan bagi masyarakat setempat. Itulah sebabnya, menurut dia, sebelum ada penangkaran ada warga yang menangkapnya untuk dijual.
Dengan penangkaran, kata dia, setiap hari pengelola memberi makan pada ketam kenari. Namun, pakan untuk ketam kenari atau kepiting kelapa ini tidak sulit didapat.
“Makananya kelapa dan buah-buah di sekitar sini saja,” sebutnya.
Menurutnya, ketam kenari sensitif, apalagi bila ada telurnya. Oleh karenanya, yang bertelur biasanya dipisahkan ke tempat khusus untuk menjaganya.
“Tapi dari telur sampai jadi ketam kenari dewasa masih diikuti secara alamiah, sehingga belum bisa dipastikan waktu yang dibutuhkan dari telur hingga menjadi dewasa dan bisa dipasarkan. Berkembang biaknya seperti apa, bertelurnya seperti apa saya belum bisa pastikan. Hanya kita ikuti secara alami saja. Jadi pembenihan dan lain-lain masih dilakukan secara tradisional. Mungkin butuh penelitian dulu,” ungkapnya.
Untuk itu, diharapkan ke depan ada pelatihan bagi kelompok pengelola agar bisa merawat dan memgembangbiakkannya dengan lebih baik. Selain penangkaran yang sudah ada, dibutuhkan juga fasilitas tambahan karena lokasi itu juga sudah dijadikan sebagai tempat wisata dengan penangkaran ketam kenari sebagai ikonnya.
“Kalau orang mau datang butuh nyaman, butuh tempat duduk, maupun toilet. Yang kita butuhkan lagi penambahan areal dilengkapi dengan pagar dan pos jaga. Dengan begitu, pengunjung yang ingin melihat langsung diatur karena ketam kenari sensitif terhadap cahaya dan kebisingan,” ujarnya.
Disampaikannya juga bahwa untuk pengembangan diperlukan alat pengukur suhu. Pengukur suhu diperlukan untuk mengukur suhu lubang batu yang menjadi habitat aslinya guna disesuaikan dengan tempat penangkaran.
“Karena kita perlu ukur suhu di dalam lubang batu yang jadi tempat tinggalnya supaya kalau kita bangun tempat tinggalnya yang baru kita sesuaikan suhunya,” tutupnya. (SM7)