MANOKWARI – Pemerintah Provinsi Papua Barat, sesuai Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPKRI) terkait Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Papua Barat Tahun Anggaran 2020, meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk ketujuh kali, namun dibalik hasil pencapaian tersebut, BPKRI menyoroti tingkat kemiskinan yang masih tinggi.
Pimpinan Auditor BPKRI Wilayah VI Doris Santoso mengatakan, meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) hingga ketujuh kali, akan sia-sia apabila tidak diikuti dengan kesejahteraan rakyat di Papua Barat.
“Pemerintah Papua Barat mampu mempertahan opini WTP yang ketujuh kali, namun tingkat kemiskinan dibanding tahun anggaran 2019, mengalami penurunan. Hal ini harus menjadi perhatian pemerintahan yang ada sehingga opini yang diraih tidak sia-sia,” Ungkap Pimpinan Auditor BPKRI Wilayah VI, dalam sambutannya secara virtual, Senin (31/5/2021).
Dijelaskan Santoso, angka kemiskinan di Papua Barat tahun 2020 naik 21,37 persen dibanding tahun 2019, dengan angka 22,17 persen. Dengan kondisi tersebut, Santoso berharap untuk tahun anggaran 2020, program anggaran yang dilakukan, lebih diprioritaskan untuk menekan angka kemiskinan.
“Untuk tahun anggaran 2022, harus lebih memprioritaskan pada program yang dapat menekan lajunya angka kemiskinan di Papua Barat,” ujar Santoso.
Hal lain yang diungkapkan Santoso, berkaitan dengan kesejahteraan di Papua Barat yaitu Pertumbuhan ekonomi di tahun 2020 mengalami penurunan sebesar 0,77 persen, pengangguran terbuka naik 5,75 persen, jadi 6,80 persen dibanding tahun sebelumnya. Dengan kondisi daerah tersebut, bagi Santoso, Pemerintah Provinsi Papua Barat, tahun anggaran 2021, mampu menekan angka tingkat kemiskinan, pengangguran, ketimpangan pendapatan dan laju inflasi.
Selain itu, dikatakan Santoso berdasarkan hasil pemeriksaan BPK terkait pengelolaan keuangan daerah terdapat Sistem kelemahan pengendalian keuangan secara interen dan lemahnya terhadap kepatuhan perundang-undangan antara lain, penatausahaan persediaan pemerintah daerah belum tertib, pengendalian dan pengelolaan aset tetap belum memadai dan pengelolaan belanja hibah serta bantuan sosial, belum sepenuhnya sesuai ketentuan.
“Ini merupakan bagian persoalan yang segera diatasi sehingga pengelolaan APBD Papua Barat dapat dimaksimalkan dan harus sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” pungkasnya. (SM13)