Manokwari – Pemkab Manokwari harus “memutar otak” untuk membiayai penyelenggaraan urusan SMA/SMK menyusul pelimpahan kewenangan urusan SMA/SMK ke kabupaten/kota. Sebab pelimpahan kewenangan itu tidak disertai dengan penambahan alokasi anggaran.
Plt Kepala BPKAD Kabupaten Manokwari, Corneles Edwinson Wondiwoy, mengatakan, masalah terkait pelimpahan kewenangan urusan pengelolaan SMA/SMK tidak hanya dialami oleh Pemkab Manokwari. Masalah yang sama juga dialami hampir semua kabupaten/kota di Indonesia.
“Permasalahan ini bukan hanya kita di Manokwari, Papua Barat, tapi ternyata seluruh Indonesia,” ungkap Wondiwoy di kantornya, Kamis (3/8/2023).
Bahkan, kata dia, sejumlah daerah keberatan dengan pelimpahan tersebut karena keterbatasan fiskal terkait alokasi Dana Alokasi Umum (DAU).
“Kita punya DAU ini terbatas sekali sementara ada beban lain yang harus dibiayai. Akibatnya DAU kita terbebani, sehingga mengalami defisit karena pelimpahan ini tidak ditambahkan alokasi anggaran untuk pembayaran gaji guru SMA/SMK,” katanya.
Menurut Wondiwoy, ada wacana dari Kementerian Keuangan untuk menambah alokasi 5 persen dari total DAU Kabupaten Manokwari. Namun masih harus menunggu adanya regulasi sebagai payung hukum penambahan alokasi tersebut.
Sambil menunggu adanya regulasi untuk penambahan DAU 5 persen, menurut Wondiwoy, ada wacana untuk meminta tambahan persentase pembagian DBH Migas dari Pemkab Teluk Bintuni. Jika hal itu teralisasi, maka akan membantu meringankan beban fiskal Kabupaten Manokwari.
“Tetapi itu harus dibuat dalam bentuk regulasi berupa Perbup. Jadi Perbup itu setelah kesepakatan antara Bupati Manokwari dan Bupati Bintuni. Dan nanti dituangkan dalam APBD. Itu solusi yang mungkin bisa kita cari untuk tambahan,” imbuhnya.
Wondiwoy menambahkan, dengan pelimpahan kewenangan urusan SMA/SMK ke kabupaten/kota, beban tambahan Kabupaten Manokwari untuk penyelenggaraan urusan SMA/SMK mencapai hampir Rp50 miliar.
“Karena termasuk pembayaran gaji dan tunjangan guru-guru,” tukasnya. (SM7)