Tanpa Pengawasan, Penerapan New Normal akan Berisiko Penambahan Kasus

Juru Bicara Gugus Tugas Covid-19 Papua Barat, dr. Arnoldus Tiniap. (Foto:SM7)

MANOKWARI – Penerapan “New Normal” akan menjadi pilihan yang berisiko. Sebab, jika masyarakat tidak betul-betul melaksanakan protokol kesehatan, akan terjadi peningkatan kasus Covid-19.

Juru Bicara Gugus Tugas Covid-19 Provinsi Papua Barat, dr. Arnoldus Tiniap menjelaskan, New Normal didorong karena berdasarkan kajian dari WHO dan pakar kesehatan, pandemik Covid-19 akan berlangsung lama.

Bacaan Lainnya

“Bisa satu tahun, bisa lebih dari setahun, sehingga pemerintah Indonesia akhirnya berpikir bahwa kalau pandemik ini lama berarti tidak bisa lama berdiam diri. Jadi ini sebenarnya pilihan yang sulit. Di mana kalau pemerintah pusat atau pemda mengambil keputusan membuka kembali aktivitas publik, warga bisa beraktivitas berproduksi, tapi dengan konsekuensi,” ujarnya.

Menurutnya, New Normal memiliki risiko. Jika warga tidak patuh pada protokol kesehatan, maka akan ada peningkatan kasus Covid-19.

“Memang ada risiko, tetap ada risiko bahwa kalau warga tidak patuh tetap kita akan menemukan peningkatan kasus. Jadi ini risiko tapi mudah-mudahan kalau ada panduan dan disosialisasikan dengan baik, protokol yang diterapkan itu harus betul-betul diterapkan,” sebutnya.

Untuk itu, lanjutnya, harus ada pengawasan.

“Kalau tidak (ada pengawasan) sama dengan kita membiarkan masyarakat terinfeksi. Jadi pengawasan yang harus paling penting,” tandasnya. (SM7)

Baca Juga:  Covid-19 Berdampak Pada Pendapatan Kantor Notaris & PPAT

Pos terkait