MANOKWARI – Melalui Program Kolaborasi Sosial Membangun Masyarakat (Kosabangsa) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, dengan tim pelaksana dari Universitas Papua (UNIPA) dan tim pendamping dari Universitas Negeri Manado (UNIMA) melaksanakan program Eduwisata di Kampung Sibuni, Distrik Masni, Kabupaten Manokwari, Papua Barat.
Secara garis besar, program ini berorientasi pada Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Eduwisata untuk menunjang Konservasi Penyu di Kampung Sibuni. Program Kosabangsa sendiri merupakan hasil kolaborasi dalam pelaksanaan tri dharma antara insan akademik dari perguruan tinggi pelaksana dan perguruan tinggi pendamping. Tim UNIMA yang dipimpin oleh Prof. Dr. Revolson A. Mege M.Si bersama Dr. Emma Mauren Moko STP,. M.Si dan Dr. Alfonds A. Maramis M.Si mendampingi Tim UNIPA yang dipimpin oleh Dr. Ir. Paulus Boli M.Si bersama Dr. Gandi Y. S Purba, S.IK., M.Sc dan Alberto Y. Tangke Allo, S.Si., M.Pd. Program ini juga melibatkan Kelompok Konservasi Perlindungan Penyu Koperasi Usaha Bersama (KUB) Awemi yang berada di Kampung Sibuni.
Pesisir Kampung Sibuni memiliki banyak potensi yang bisa dimanfaatkan untuk dapat peningkatan ekonomi masyarakat lokal melalui program-program ekowisata. Terlebih apa yang telah dimulai dan dijaga serta dilestarikan oleh aktivitas Kelompok Konservasi Perlindungan Penyu KUB Awemi. Penyu merupakan salah salah satu keanekaragaman biota yang dilindungi dan masih dijumpai di Perairan laut Papua Barat. Khusus di Kabupaten Manokwari, penyu masih dijumpai di kawasan pantai yang jauh dari pusat perkotaan yang antara lain terdapat di pantai Kampung Sibuni, Distrik Masni.
Pantai Kampung Sibuni memiliki karkteristik pantai yang cocok untuk habitat peneluran penyu, karena memiliki garis pantai ± 3 km, lebar pantai mudah dijangkau oleh penyu untuk naik kepermukaan dan memiliki jenis tumbuhan vegetasi yang beranekaragam. Sampai saat ini masih ditemukan sebanyak 4 jenis penyu yang setiap tahun menuju daratan pantai Kampung Sibuni untuk bertelur yakni penyu hijau (Chelonia mydas), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu sisik (Eretmochelys imbricata).
Walaupun Semua spesies penyu telah terdaftar dalam Appendix I CITIES (Conventions on International Trade of Endangered Species) dimana dalam konvensi ini melarang semua perdagangan internasional berbagai produk yang berasal dari penyu, baik berupa telur, daging, maupun cangkang tetapi keberadaan populasi reptile ini terus mengalami penurunan, dan bahkan dalam kurun waktu terakhir ini beberapa spesies terancam punah.
Di alam, penyu yang baru menetas (tukik) menghadapi ancaman kematian dari hewan seperti kepiting, burung dan reptil lainnya seperti biawak dan faktor alam seperti perubahan iklim, abrasi dan kenaikan muka laut. Namun ancaman terbesar bagi penyu di dunia dan juga di Indonesia, dan terlebih juga di Papua Barat adalah tindakan/aktivitas manusia seperti perusakan habitat melalui pengerukan pasir daerah pesisir pantai yang berlebihan yang tentunya akan mengganggu habitat penyu untuk bertelur, serta tindakan pengambilan telur, daging, kulit, dan cangkang untuk kebutuhan konsumsi dan ekonomi.
Program Eduagrowisata yang direncanakan akan dilaksanakan selama tiga bulan ini salah satunya akan berfokus pada melestarikan penyu dengan melaksanakan perbaikan kolam pembesaran tukik, pembuatan kolam penetasan, melatih masyarakat kampung untuk membuat kripik dan pengemasan makanan dengan vacuumsealer, dan menanam sejumlah tanaman yang buahnya akan dijual di area eduwisata. Kampung ini pun direncanakan dapat menjadi tujuan eduwisata di Manokwari, dimana dalam program ini terdapat kegiatan edukasi ke 3 sekolah di Pantura, yakni SD Sibuni, SD Negeri Sibuni, SD Inpres 57 Warberfor, dan SD Santo Antonius Meyes. Sehingga, anak-anak sekolah dapat belajar tentang penyu mulai ditetaskan, berenang keluar dari pantai Sibuni, dan kembali lagi untuk bertelur.
“Sesungguhnya Keberadaan penyu ini sangat berpotensi selain sebagai salah satu objek wisata alam juga sebagai sumber belajar bagi anak-anak dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi agar mereka kelak menjadi generasi memiliki rasa cinta dan tumbuh jiwa konservasi terhadap penyu,” jelas Paulus Boli, Ketua Tim Pelaksana Program Kosabangsa dari UNIPA. (SM14)