Abraham Fatemte Diduga Tersangka Salah Tangkap Kasus Penyerangan Kisor

IST

MANOKWARI – Tim kuasa hukum tersangka Abraham Fatemte yang diduga melakukan perencanaan dalam peristiwa penyerangan Pos Ramil Kisor di Maybrat 2021 silam meminta Kejaksaan Negeri Sorong untuk membebaskan kliennya.

Yohanis Mambrasar SH kuasa hukum Abraham Fatemte membeberkan bahwa, kliennya disangka ikut merencanakan penyerangan yang menewaskan Prajurit TNI di Posramil Kisor, Kabupaten Maybrat Papua Barat.

Bacaan Lainnya

“Saat Peristiwa dimaksud terjadi Abraham Fatemte tidak berada di lokasi peristiwa, ia juga tidak berada di Kisor, di Kabupaten Maybrat atau bahkan di Papua Barat. Saat peristiwa dimaksud terjadi, ia sedang berada di Kota Tual, Provinsi Maluku, ia telah berada di sana sejak bulan April 2021 dan baru kembali ke Kabupaten Sorong Bulan Desember 2021,” kata Mambrasar, Rabu (13/7/2022) malam.

Abraham Fatemte (24), warga sipil Maybrat, kata Yohanis merupakan korban salah tangkap Kepolisian Sorong Selatan dalam upaya penegakan hukum peristiwa penyerangan pos koramil Kisor,

“Penyidik Polres Sorong Selatan hari ini telah melimpahkan Abraham ke Kejaksaan Negeri Sorong setelah ditahan selama 110 hari di rutan Polres,” kata Yohanes.

Kejaksaan Negeri Sorong kemudian melanjutkan menahan Abraham Fatemte tahap pertama untuk durasi waktu 20 hari. Kejaksaan Negeri Sorong menahannya dengan tuduhan telah melakukan kejahatan, Pertama “melakukan, menyuruh melakukan, turut serta melakukan perencanaan pembunuhan, yang diatur dalam Pasal 340 jo 55 ayat (1) ke 1 KUHP,

Subsider melakukan, menyuruh melakukan, turut serta melakukan Pembunuhan, yang diatur dalam Pasal 338 Jo 55 ayat (1) ke 1 KUHP”; atau Kedua :mengunakan kekerasan terhadap orang atau barang yang mengakibat maut 170 ayat (20) ke 3 KUHP; atau Ketiga : melakukan, menyuruh melakukan, turut serta melakukan *perbuatan yang mengakibatkan kematian 353 ayat (3) jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP”.

Baca Juga:  BNN Papua Barat Musnahkan Barang Bukti Narkotika, Selamatkan Ribuan Jiwa

Ia telah pergi meninggalkan Kampung Kisor dan Maybrat 6 bulan Sebelum peristiwa dimaksud terjadi, dan ia baru kembali ke Kabupaten Sorong 3 bulan setelah peristiwa.

“Abraham Fatemte ke Kota Tual bersama istrinya untuk mendampingi istrinya bersalin (melahirkan), selama di kota Tual ia tidak perna melakukan perjalanan keluar kota dimaksud sebelum ia pulang Ke Sorong pada Bulan Desember 2021,”ucapnya.

Menurutnya, Pelaku penyerangan peristiwa dimaksud adalah Kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) wilayah Sorong dibawah pimpinan Arnold Kocu. Fakta ini telah dibenarkan oleh Arnold Kocu dan pasukannya, mereka telah menyatakan bertanggung jawab atas peristiwa dimasud, bahkan mereka telah menyatakan bahwa Abraham Fatemte dan warga sipil lainnya yang ditangkap oleh kepolisian Sorong Selatan tidak terlibat dalam bentuk apapun pada peristiwa dimaksud.

“Pernyataan Arnol Kocu ini telah disampaikan secara terbuka kepada publik pada tanggal 21 September 2021 melalui rekaman vedio yang dipublikasi di sosial media,”tuturnya.

“Fakta ini menunjukan bahwa Abraham Fatemte bukanlah merupakan pelaku dalam peristiwa dimaksud, ia merupakan korban salah tangkap Kepolisian dalam penegakan hukum peristiwa dimaksud,” sambungnya.

Dia menegaskan, proses hukum terhadap Abraham Fatemte dari kepolisian hingga pelimpahan kepada kejaksaan adalah proses hukum yang tidak sah. Proses hukum yang dilakukan ini tidak sesusai prosesdur hukum yang benar yaitu proses hukum ini dilakukan tidak berdasarkan dasar bukti yang sah, sebagaimana diatur dalam KUHAP Pasal 14 HUHP Jo Keputusan Mahkama Konstitusi No 21/PUU-XII/2012 tentang frase bukti permulaan yang cukup.

Sebaliknya tindakan melanjutkan proses hukum perkara ini merupakan tindakan bertentangan dengan hukum.
Oleh sebabnya jika Kejaksaan Negari Sorong tetap menerima dan melanjutkan perkara ini, ini menunjukan Kejaksaan Negeri Sorong turut membangkang hukum.

Baca Juga:  Satu Anggota TNI Gugur dalam Peristiwa Baku Tembak di Dekat Jembatan Kamundan Maybrat

“Ini menunjukan Kejaksaan sebagai alat kekuasaan negara yang turut menciptakan ketidakadilan bagi rakyat Papua, itu artinya Kejaksaan Negeri Sorong turut sebagai alat penindas rakyat Papua,”tegasnya. (SM)

Pos terkait