MANOKWARI – Di tengah pandemik Covid-19, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Manokwari melalui Bidang Pengendalian Pencemaran, Kerusakan Lingkungan, dan Keanekaragaman Hayati, berkoordinasi untuk penanganan limbah infeksius melalui incinerator. Dari hasil koordinasi itu, pihaknya menemukan incinerator di beberapa rumah sakit di Manokwari dan satu instansi di lingkungan Pemprov Papua Barat belum memiliki izin.
Temuan tersebut, menurut Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran, Kerusakan Lingkungan, dan Keanekaragaman Hayati pada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Manokwari, Yohanes Ada Lebang, membuat pihaknya terkejut. Pihaknya sudah meminta rumah sakit dan instansi yang memiliki incinerator dan sudah mengoperasikannya itu untuk segera memproses izinnya.
“Pada intinya kami sudah berkoordinasi dengan semua pihak untuk melakukan proses perizinan,” kata Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran, Kerusakan Lingkungan, dan Keanekaragaman Hayati pada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Manokwari, Yohanes Ada Lebang, kepada wartawan di Gedung Wanita Manokwari, Rabu (29/7/2020).
Menurutnya, saat ini karena dalam situasi pandemik Covid-19, sehingga pihaknya memperbolehkan rumah sakit dan instansi yang memiliki incinerator untuk melakukan pembakaran sampah infeksius. Namun, jika pandemik Covid-19 berakhir, pihaknya tidak memberikan toleransi incinerator beroperasi tanpa izin.
“Kami kaget juga kenapa barangnya ada izinnya belum ada. Ini jadi perenungan kita bersama bahwa pengelolan lingkungan hidup tidak boleh setengah-setengah,” sebutnya.
Saat ini, lanjut Lebang, ada edaran dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bahwa untuk sinergi dan membantu Gugus Tugas Covid-19, pihaknya mengizinkan pembakaran limbah infeksius menggunakan incinerator yang belum memiliki izin tersebut.
Pihaknya juga sudah menyarankan kepada Gugus Tugas Covid-19 untuk membakar limbah infeksius di RSU Provinsi Papua Barat.
“Dengan catatan setelah selesai pandemik Covid-19, dan proses harus mulai dari sekarang untuk perizinannya. Kita sudah arahkan. Izin ini langsung ke kementerian. Kemarin kita sudah koordinasi untuk segera selesaikan (izinnya),” ujarnya.
Batas waktu penggunaan incinerator tak berizin untuk pembakaran limbah infeksius, kata dia, yakni selama pandemik Covid-19. Jika sudah selesai pandemik, pihaknya tidak memberikan toleransi lagi penggunaan incinerator tanpa izin.
Lebang menambahkan, standar suhu incinerator minimal 800 derajat Celsius. Namun, lebih baik lagi kalau suhunya 1.200 derajat Celsius.
Jika di bawah suhunya di bawah 800 seeajat Celsius, maka senyawa Dioksin yang tersisa masih banyak. Sementara Dioksin berbahaya bagi kesehatan manusia.
“Di Manokwari rata-rata suhunya 800 serajat Celsius,” tukasnya. (SM7)