MANOKWARI – Stigma mengenai penderita COVID-19 di masyarakat harus dihilangkan. Sebab, jika ada stigma, maka ada kecenderungan untuk mengucilkan.
Padahal, jika mengucilkan akan berdampak negatif terhadap penderita COVID-19. Pasien akan tertekan jika dikucilkan dan itu menghambat proses penyembuhan.
Hal itu diungkap Juru Bicara Gugus Tugas COVID-19 Provinsi Papua Barat, dr. Arnoldus Tiniap dalam jumpa pers di RS Provinsi Papua Barat.
“Kalau kita menstigma berarti kita cenderung mengucilkan orang-orang yang terpapar,” ujarnya.
Menurutnya, jika dilihat orang yang positif COVID-19 sebenarnya punya kondisi fisik yang baik. Dan bisa saja orang yang sehat, katanya, juga positif hanya saja tidak memeriksakan diri.
“Kalau kita sadari pertimbangan itu, seharusnya kita tidak perlu menstigma. Sebab, jika menstigma dan suatu saat kita peiksa dan positif, maka kita akan diperlakukan seperti ketika kita memperlakukan orang lain,” tegasnya.
Dia mengemukakan bahwa orang yang dikucilkan seperti dikucilkan. Selain itu ada kemungkinan dijauhi karena dinggap memiliki aib.
“Jadi orang yang distigma dianggap seperti orang yang dipersalahkan. Kalau orang diperlakukan seperti itu secara psikis dia akan tertekan dan itu akan berdampak pada imunitas tubuhnya. Dan kalau dia sakit, makan ada kecenderungan proses kesembuhannya lebih lama,” papar Tiniap.
Harusnya, lanjut Tiniap, orang yang terpapar COVID-19 perlu disuport, sehingga secara psikis dia merasa ada perhatian. Dengan begitu, imunitas tubuhnya bisa lebih baik dan proses kesembuhan lebih cepat. (SM7)