Ini Strategi Pemkab Manokwari Capai Eliminasi Malaria Tahun 2027

Kasus Malaria

MANOKWARI – Kabupaten Manokwari merupakan penyumbang terbanyak kasus malaria di Provinsi Papua Barat. Dari 7.628 kasus malaria di Papua Barat, 4.169 kasus terjadi di Kabupaten Manokwari. Banyaknya kasus ini mengindikasikan bahwa upaya memerangi kasus malaria belum berhasil baik.

Bupati Manokwari, Hermus Indou, mengatakan, kasus malaria di Papua Barat kontribusi terbesar dari Kabupaten Manokwari. Hal itu memberikan gambaran bahwa walaupun sudah berupaya memerangi kasus malaria di Kabupaten Manokwari, namun hasilnya belum maksimal.

Bacaan Lainnya

“Oleh karena itu, Pemkab Manokwari berkomitmen untuk bagaimana memperbaiki pelayanan kesehatan. Kualitas pelayanan kesehatan harus ditingkatkan dalam upaya mengeliminasi kasus malaria di Kabupaten Manokwari,” ujar Hermus usai launching Gerakan Percepatan Eliminasi Malaria Manokwari (Gemari), Senin (25/04/2022).

Untuk itu, menurut Hermus, beberapa strategi pokok yang ke depan dianggap penting dilakukan adalah memperkuat regulasi yang sudah dikeluarkan. Selain itu, secara kelembagaan Dinas Kesehatan Kabupaten Manokwari menjadi perangkat daerah induk terkait penanganan malaria di Kabupaten Manokwari harus maksimal. Selain itu, seluruh unit layanan kesehatan harus diperkuat.

“Di samping itu, sumber daya manusia juga akan diperkuat. Jadi sumber daya manusia kesehata kita perkuat dari level paling tertinggi sampai dengan terendah. Lalu juga kita pastikan soal fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) dan penyediaan obat secara berkala untuk memberikan pelayanan kesehatan berkualitas kepada seluruh masyarakat. Ini juga menjadi hal yang penting,” tegasnya.

Tak hanya itu, Hermus berharap edukasi juga harus dilakukan langsung kepada masyarakat oleh kader malaria. Di sekolah-sekolah juga diharapkan malaria dijadikan pelajaran muatan lokal dalam kurikulum pendidikan. Dengan demikian, sejak dini anak-anak mengenal malaria dan cara pencegahannya.

Baca Juga:  Empat Tahun Berturut-turut Pemkab Manokwari Raih Opini WTP dari BPK

“Hari ini banyak orang kenapa diserang malaria karena persoalan juga dia tidak tahu bagaimana upaya memproteksi diri dari bahaya malaria. Kalaupun misalnya dia sudah terserang penyakit malaria, dia juga beranggapan bahwasannya malaria biasa-biasa saja, itu bukan penyakit yang mematikan, sehingga usahanya untuk mendatangi fasilitas kesehatan terdekat ataupun mendatangi petugas kesehatan itu juga sangat lambat dan dia membiarkan kesakitan itu dan jalan tanpa harus berobat,” katanya.

Untuk itu, lanjut Hermus, ke depan masyarakat juga akan diingatkan bahwa penyakit malaria adalah penyakit yang mematikan.

“Dia (penyakit malaria) juga sama seperti Corona, dia juga sama seperti penyakit menular lainnya yang juga mematikan. Semua penyakit bisa mematikan. Karena itu, kita berharap persepsi masyarakat juga bisa diperbaiki dengan edukasi-edukasi yang baik,” imbuhnya.

Hermus menambahkan, Pemkab Manokwari juga berkomtmen mendukung Dinkes Manokwari dengan penyediaan anggaran yang cukup, terutama untuk mendukung kader malaria.

“Kita juga menyediakan sarana prasarana kesehatan yang memadai dan memastikan kader kesehatan bisa bekerja baik di lapangan dan memberikan pelayanan berkualitas kepada masyarakat,” tandas Hermus.

Kepala Dinas Kesehatan Papua Barat, Otto Parorongan, mengatakan, sesuai hasil studi Unicef di Papua, Papua Barat, dan NTT, berkenaan dengan faktor sosial yang memengaruhi masyarakat terhadap akses ke layanan malaria tahun 2021, ada hal-hal menarik yang perlu diketahui dan ditindaklanjuti.

Hal-hal itu yakni masyarakat ketika sakit (demam) tidak langsung mengunjungi Faskes untuk memeriksakan diri, tapi mencoba melakukan pengobatan sendiri dengan membeli obat penurun demam atau menggunakan pengobatan alternatif lain. Hal lainnya adalah Sebagian besar penderita malaria tidak meminum obbat sampai tuntas karena merasa sudah sehat serta adanya anggapan bahwa malaria terjadi karena kondisi fisik yang menurun, bukan karena gigitan nyamuk.

Baca Juga:  Wabup Rengkung Ajak Semua Pihak Tekan Angka “Stunting”

“Pemahaman yang salah di masyarakat perlu diluruskan dengan memberikan edukasi yang baik dan terus menerus, sehingga terjadi perubahan perilaku. Jika tidak, maka akan menjadi hambatan terbesar dalam menurunkan kasus malaria,” kata Otto. (SM7)

Pos terkait