DEPOK, – Sebuah rumah di kawasan Depok, Jawa Barat digeledah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (7/3/2023).
Penggeledahan berkaitan dengan penyidikan kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur di Provinsi Papua yang menjerat Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe.
“Kemarin (7/3/2023) tim penyidik melakukan penggeledahan di wilayah Kota Depok, Jabar. Lokasi yang dituju yaitu rumah kediaman dari pihak yang terkait dengan perkara ini,” ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (8/3/2023).
Ali mengatakan, saat penggeledehan tim penyidik menemukan barang bukti elektronik. Bukti tersebut nantinya akan disita untuk menguatkan dugaan pidana yang dilakukan Lukas Enembe dan tersangka lainnya.
“Di lokasi tersebut ditemukan dan diamankan berupa alat elektronik yang diduga dapat menerangkan dugaan penerimaan suap dan gratifikasi dari LE. Analisis dan penyitaan masih akan dilakukan untuk melengkapi berkas perkara penyidikan,” kata Ali.
KPK menjerat Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua. Lukas Enembe diduga menerima suap atau gratifikasi sebesar Rp10 miliar.
Selain itu, KPK juga telah memblokir rekening dengan nilai sekitar Rp76,2 miliar.
Kasus ini bermula saat Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mendapatkan proyek infrastruktur usai melobi Lukas Enembe dan beberapa pejabat Pemprov Papua. Padahal perusahaan Rijatono bergerak dibidang farmasi.
Baca Juga: Guna Membongkar Kasus Suap Lukas Enembe, KPK Periksa Ketua Majelis Rakyat Papua
Kesepakatan yang disanggupi Rijatono dan diterima Lukas Enembe serta beberapa pejabat di Pemprov Papua di antaranya yaitu adanya pembagian persentase fee proyek hingga mencapai 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.
Lukas Diduga Terima Rp1 Miliar dari 3 Proyek
Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar. Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Dari tiga proyek itu, Lukas diduga sudah menerima Rp1 miliar dari Rijatono.
Dalam kasus ini, Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(*)