MANOKWARI – Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang akan dibangun di Kabupaten Maokwari merupakan PKS yang terintegrasi dengan industri hilirnya. Dengan demikian, yang dihasilkan nanti tidak hanya minyak goreng, tapi juga bisa biodiesel dan produk turunan lainnya. Tak hanya itu, pembangunan pabrik ini menggunakan konsep zero waste management, sehingga semua limbah hasil olahan sawit juga akan dimanfaatkan.
“Pembangunan pabrik ini akan terintegrasi dengan industri hilirnya. Jadi yang utama adalah pabrik kelapa sawit, integrasinya adalah bisa jadi nanti minyak goreng, bisa jadi biodiesel, ataupun produk turunan lainnya,” kata Ketua Tim Studi Kelayakan Pembangunan Pabrik Kelapa Sawit, Riyadi Mustofa, pada rapat koordinasi dengan Pemkab Manokwari dan stakeholders terkait, Senin (11/04/2022).
Menurutnya, studi kelayakan pembangunan PKS tersebut sepenuhnya diinisiasi oleh Koperasi Produsen Sawit Arfak Sejahtera. Rencana pembangunan PKS ini dilatarbelakangi adanya potensi kelapa sawit di Kabupaten Manokwari.
“Kelapa sawit yang ada di Kabupaten Manokwari butuh perhatian khusus dalam pengembangan industri hilirnya, sehingga dengan adanya industri hilir akan membawa dampak multiplier effect terhadap perdagangan khususnya minyak nabati atau hasil turunan dari kelapa sawit,” ujarnya.
Menurutnya, luas lahan kebun kelapa sawit yang dimiliki oleh Koperasi Produsen Sawit Arfak Sejahtera sampai 10.600 hektar. Namun selama ini koperasi tersebut hanya menjadi penerima saja. Dengan berdirinya PKS, diharapkan nanti koperasi tersebut menjadi pengambil kebijakan terkait harga sawit.
“Tentu di sini ada nilai tambah. Hasil kajian tim kami bahwa yang menikmati kesejahteraan bukan saja petani sawit tapi juga masyarakat sekitar. Beberapa hasil kajian, bahwa multiplier effect perkebunan kelapa sawit mencapai 2,44. Artinya, Rp100 ribu uang yang diinvestasikan akan menjadi Rp248 ribu pertukarannya. Artinya, uang itu akan berantai mulai dari penjualan TBS (tandan buah segar) baik yang ada keterkaitan ke belakangnya dengan industri sawit dan keterkaitan dengan industri sawit,” paparnya.
Menurut Mustofa, tim studi kelayakan akan melakukan kajian potensi penerapan teknologi PKS. Dan yang paling penting adalah zero waste management.
“Konsep ini memanfaatkan semua limbah yang ada menjadi nilai tambah atau bahan baku kembali, baik nanti untuk tenaga listrik maupun pupuk organik, sehingga tidak ada limbah yang terbuang,” terangnya.
Pembangunan PKS hingga beroperasi, lanjutnya, diperkirakan menelan anggaran sebanyak Rp250 miliar. Anggaran tersebut diambil dari dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
“Dan di sini kami perlu bersinergi dan bekerja keras. Kami menaruh harapan pada Bapak Bupati Manokwari dan OPD terkait dalam rangka nanti perizinan ke depan karena tanpa dukungan Bapak Bupati dan Bapak Gubernur kami tidak bisa berbuat apa-apa,” sebutnya.
Dalam melakukan studi kelayakan, tambah Mustofa, tim akan mengambil data di lapangan sebagai bahan untuk melaksanakan kajian studi kelayakan. Tujuannya adalah mendapatkan kelayakan baik secara teknis, ekonomis, sosial, maupun lingkungan berdasarkan regulasi yang ada.
“Nanti kami akan banyak berkoordinasi dengan OPD terkait terutama DLH apakah dokumen harus susun atau Amdal baru atau addendum Amdal mengingat bahwa kebun kelapa sawit ini dari sejarahnya pernah dibangun oleh PTPN 2, sehingga mungkin PTPN 2 memiliki dokumen Amdal tersendiri. Kalau dokumen itu ada berarti bukan Amdal baru yang harus kami susun tetapi addendum Amdal supaya terintegrasi dengan PKS yang akan kami dirikan dan kemungkinan industri hilir lainnya,” pungkasnya. (SM7)