MANOKWARI – Pemkab Tambrauw melalui Kelompok Kerja Kabupaten Konservasi dan Masyarakat Adat didukung oleh mitra pembangunan melaksanakan lokatulis untuk menyusun Dokumen Rencana Induk Kabupaten Konservasi dan Masyarakat Adat untuk 20 tahun ke depan. Dokumen ini akan fokus pada dua isu yakni pengakuan hak-hak masyarakat adat dan pelestarian alam.
“Mengapa disusun, karena Tambrauw itu sudah ditetapkan sebagai kabupaten konservasi dan karena telah ditetapkan sebagai kebijakan daerah, sehingga arah, tujuan, dan sasaran itu harus jelas. Apa yang mau dicapai dalam jangka panjang, menengah, dan jangka pendek itu yang akan dibahas dalam dokumen ini. Dokumen ini akan fokus pada dua isu, pengakuan hak-hak masyarakat adat dan pelestarian alam,” ujar Staf Ahli Bupati Tambrauw Bidang Sumber Daya Alam dan Masyarakat Adat, Dr. Sepus Marten Fatem, di sela-sela kegiatan tersebut di Swiss-Belhotel Manokwari, Kamis (10/03/2022).
Setelah disusun, menurut Sepus, akan dilakukan konsultasi publik pada 5 April nanti di Fef untuk membahas dokumen tersebut. Setelah itu akan diserahkan kepada Bupati Tambrauw. Namun sebelum diserahkan kepada bupati, dokumen tersebut akan diintegrasikan dengan dokumen rencana pemerintah daerah 2023-2026.
“Saat ini kita Tambrauw sedang menyusun rencana pemerintahan daerah untuk penjabat bupati. Oleh karena itu, dokumen ini akan diintegrasikan, sehingga kebijakan bupati caretaker atau bupati terpilih nanti tetap mengacu pada visi-misi daerah, tujuan, sasaran, dan target-target yang telah ditetapkan dalam satu dokumen permanen. Dokumen masterplan ini akan diintegrasikan dan diperdakan lewat peraturan kepala daerah lalu akan masuk ke dalam dokumen RPMJD kabupaten. Jadi otomatis akan diperdakan. Masterplan ini kita bikin 25 tahun, nanti diturunkan atau di-breakdown per lima tahun,” tuturnya.
Menurut Sepus, ada dua dokumen yang disusun yakni dokumen Masterplan Kabupaten Konservasi dan Masyarakat Adat serta dokumen Rencana Pembangunan Daerah. Dokumen Masterplan Kabupaten Konservasi dan Masyarakat Adat disusun oleh dosen Unipa dibantu oleh mitra yang sudah bekerja di Tambrauw untuk kelengkapan data-data.
“Sedangkan dokumen Rencana Pembangunan Daerah yang susun adalah dari Unipa juga, ahlinya. Jadi kita berkolaborasi untuk menyelesaikan dokumen tersebut,” tegasnya.
Sementara untuk masyarakat adat, menurut Sepus, terkait kelembagaan adat, struktur, hak tanah, bukti kepemilikan, dan silsilah. Sebab Kemendagri telah mewajibkan pemerintah daerah untuk melakukan identifikasi dan inventarisasi keberadaan masyarakat adat.
“Nah, Tambrauw kita sudah punya dua perda, konservasi dan masyarakat adat. Sekarang adalah kita dorong musyawarah adat untuk melahirkan hutan adat, wilayah adat yang di-SK-kan oleh pemerintah, sehingga otonomi pengelolanya dikembalikan kepada masyarakat adat,” imbuhnya.
Dalam hal ini, lanjut Sepus, masyarakat akan menjadi subjek sekaligus objek. Oleh karena itu, diharapkan masterplan tersebut akan medorong masyarakat untuk membangun kembali modal sosial yang hilang.
“Misalnya kita bisa mengelola dia punya tempat bermain burung, menjadi pemandu wisata, menjadi masyarakat yang mampu untuk menyediakan layanan untuk ketika wisatawan datang. Jadi dokumen yang kita susun, kita arahkan dokumennya berbasis pada pendekatan masyarakat adat. Jadi semua harus dikembalikan ke masyarakat adat. Jadi mereka (masyyarakat adat) menjadi subjek, pelaku, tapi juga menjadi objek. Fungsi itu akan harus ditunjukkan dalam dokumen dan implementasi,” tandasnya. (SM7)