Pertama di Dunia, Proyek StAR Berencana Pulihkan Kembali Hiu Belimbing di Raja Ampat

Proyek StAR

SORONG, Papua Barat Proyek StAR (Stegostoma tigrinum Augmentation and Recovery) yang merupakan proyek repopulasi dengan tujuan untuk memulihkan populasi hiu belimbing yang sehat dan tangguh di dalam wilayah historis jelajahnya, resmi diluncurkan di Raja Ampat pada hari Rabu (30/11/2022) lalu.

Proyek StAR sendiri berada di bawah koordinasi dan dimotori oleh ReShark, satu inisiatif konservasi internasional untuk pemulihan populasi hiu dan pari yang terancam punah dalam skala global. Beranggotakan lebih dari 70 mitra yang terdiri atas lembaga pemerintah, aquaria publik, organisasi konservasi, dan institusi akademik.

Bacaan Lainnya

Raja Ampat sendiri dinilai telah memiliki jejaring kawasan konservasi perairan yang telah mapan, karena itulah dipilih sebagai lokasi implementasi pertama dari Proyek StAR. Proyek StAR ini diharapkan akan memberikan efek domino. Dari aspek ekologi, proyek StAR diharapkan akan meningkatkan populasi hiu belimbing di perairan Papua Barat khususnya Raja Ampat yang nantinya akan menarik lebih banyak kunjungan wisatawan untuk melihat dan menikmati keindahannya.

“Tentunya ini akan memberikan dampak pada peningkatan perekonomian masyarakat dan daerah yang terlibat dalam sektor pariwisata,” Kata Penjabat Walikota Sorong, George Yarangga, A.Pi.,MM., yang mewakili Penjabat Gubernur Papua Barat, Komjen Pol (Purn.) Drs. Paulus Waterpauw, M.Si.

Wakil Presiden Conservation International (CI) Asia-Pasifik dari Program Kelautan, Dr. Mark Erdmann, menambahkan bahwa StAR adalah program pelepasliaran hiu terancam punah pertama di dunia dan ini juga pertama kali hiu yang lahir dan dibesarkan di aquaria atau penangkaran khususnya dikembalikan antarnegara untuk pemulihan populasi di habitat aslinya.

“Kami senang bisa mendukung mitra-mitra di Indonesia dalam kolaborasi internasional yang penting ini, mengantar kembali hiu belimbing ke tempat asalnya, dan memulihkan populasi yang sehat untuk generasi mendatang,” ujar Mark Erdmann

Raja Ampat dipilih karena kesuksesan konservasi yang diakui secara global, juga sebagai suaka bagi pari manta dan hiu pertama di Asia Tenggara, yang didukung dengan jejaring yang terdiri dari sembilan kawasan konservasi perairan yang terkelola dengan baik.

Chair of the StAR Project Steering Committee, Dr. Erin Meyer, pada acara peluncuran mengatakan bahwa melalui kepemimpinan di tingkat lokal dan kolaborasi internasional adalah kuncinya. Dalam waktu kurang dari tiga tahun, koalisi global telah berkembang menjadi lebih dari 70 mitra di 13 negara. Selain itu, mengingat secara historis hiu belimbing pernah melimpah dengan kemampuan bertahan hidup yang baik, Proyek StAR memperkirakan akan melepas 200-300 individu hiu belimbing untuk memulihkan populasi di Raja Ampat sampai populasinya mampu berkembang secara mandiri dalam jangka waktu 6-10 tahun.

“Bersama melalui Proyek StAR kami mengarungi lautan, dan kami baru saja memulai kami akan memperluas ke spesies lain, wilayah lain karena ada hampir 400 spesies hiu dan pari yang terancam punah.” Jelas Dr. Erin Meyer.

Peneliti dari Pusat Riset Oseanografi BRIN, Dr. Fahmi, menjelaskan, pertama Tim Proyek StAR akan sangat berhati-hati dalam memilih telur hiu hasil penangkaran dari akuarium-akuarium mitra, yang secara genetik tepat, agar tetap mematuhi pedoman IUCN secara ketat untuk konservasi translokasi. Telur-telur tersebut kemudian dikirim ke fasilitas perawatan yang dibuat khusus di Raja Ampat, di mana juvenil-juvenil bisa dibesarkan.

“Saat anak-anak hiu sudah dianggap siap, mereka akan dilepas-liarkan ke dalam dua zona larang-tangkap yang diawasi secara ketat, yang kemudian akan dipantau terus pertumbuhan dan pergerakannya.” Jelas Dr. Fahmi.

Hal ini ditegaskan oleh staf Bidang Riset dan Inovasi Daerah, Badan Riset dan Inovasi Nasional, Dr. Ing. Wiwiek Joelijani, MT, yang turut hadir pada peluncuran. Menurutnya, tentunya BRIN sangat mendukung pengembangan science based policy. Apa yang sedang dikembangkan melalui proyek StAR ini merupakan perwujudan dari konsep tersebut.

“Dari hasil penelitian untuk tujuan konservasi, diharapkan mampu menjaga biodiversity dan selanjutnya bisa mendukung pengembangan pariwisata yang berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ini adalah model kebijakan pembangunan berbasis science,” Ujar Dr. Ing. Wiwiek Joelijani, MT.

Acara ini dihadiri oleh pejabat pemerintah dan mitra-mitra dari Proyek StAR, termasuk pengelola kawasan konservasi perairan, organisasi konservasi, dan kalangan akademik. Masyarakat lokal pun menyambut gembira, dengan harapan bahwa program ini akan mendatangkan manfaat ekonomi dari pariwisata bahari khususnya dengan kehadiran kembali hiu yang karismatik ini.

Kunjungan Ke RARCC Pulau Kri

Acara peluncuran dilanjutkan kunjungan lapangan ke Raja Ampat Research and Conservation Center (RARCC) di Pulau Kri, dimana fasilitas perawatan hiu belimbing pertama telah dibangun oleh masyarakat lokal. Peserta yang hadir juga berkesempatan untuk melihat secara langsung tiga anakan hiu belimbing yang telah menetas di RARCC pada pertengahan September lalu, dan rencananya akan dilepasliarkan pada awal tahun 2023.

Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Provinsi Papua Barat, Prof. Dr. Charlie D. Heatubun, S.Hut, M.Si, FLS menjelaskan bahwa Proyek StAR sudah membuat pencapaian luar biasa, melalui keberhasilan pengiriman telur hiu belimbing ke Raja Ampat, dimana kini akuaris lokal untuk hiu belimbing dari Proyek StAR sedang melaksanakan proses yang inovatif dengan merawat anak-anak hiu ini agar mereka sehat dan siap untuk dilepasliarkan ke perairan Raja Ampat yang sehat.

“Ini barulah awal; momen puncaknya nanti adalah saat kita melepasliarkan individu-individu hiu ini kembali ke rumah aslinya, dan seiring waktu melihat spesies yang karismatik dan cantik ini bisa bertahan hidup secara mandiri, dan populasinya pulih di Indonesia,” ujar Prof. Heatubun.

Lebih lanjut, Kepala BRIDA Provinsi Papua Barat menyatakan bahwa proyek ini dilanjutkan di Raja Ampat karena berdasarkan hasil riset dimana dulu penyebaran Hiu Belimbing ini sangat luas termasuk di perairan Raja Ampat, namun dalam beberapa tahun terakhir melalui monitoring dan evaluasi, Hiu Belimbing ini sudah sangat jarang untuk ditemui lagi. Menurutnya, ini bertolak belakang dengan status perairan Raja Ampat saat ini yang menyandang predikat sebagai kawasan konservasi perairan laut yang pengelolaannya termasuk kategori sangat baik bahkan terbaik di dunia.

“Proyek ini juga menunjukkan komitmen dari Pemerintah Provinsi Papua Barat dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan”, yang menjadi cita-cita kita bersama dalam menciptakan dunia yang layak untuk dihuni,” lanjut Prof. Heatubun

Prof. Heatubun pun mengatakan bahwa untuk menyelamatkan satu bagian daripada spesies kharismatik yang juga menjadi icon pada kawasan perairan Raja Ampat ini adalah hal yang sangat penting karena dengan adanya proyek ini tidak hanya pada sisi konservasi maupun saintifik saja tetapi akan membawa dampak ekonomi yang kuat bagi masyarakat setempat karena hal ini pastinya sangat berkaitan erat dengan dunia pariwisata, terkhususnya pariwisata berkelanjutan.

“Kami dari pemerintah daerah tentunya yang akan memimpin proyek ini bersama dengan mitramitra yang ada seperti Konservasi Indonesia dan Konsorsium Reshark, yang merupakan gabungan dari Universitas maupun lembaga penelitian yang fokus terhadap pelestarian hiu di seluruh dunia,” tutup Prof. Heatubun. (SM14)

Pos terkait