JAKARTA – Gentingnya situasi pasca pidato Presiden Jokowi tentang larangan eksport CPO dan Minyak Goreng Sawit, telah membuat dua Kemenko dan empat Menteri harus melaksanakan rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) pada hari libur (24/4/2022) tentang larangan ekspor minyak goreng.
Adapun Lintas kementerian yang hadir pada rapat tersebut adalah Menko (Menteri Koordinator) Ekonomi Airlangga Hartarto, Menko Marves (Kemaritiman dan Investasi) Luhut Panjaitan, Plt Dirjen (Direktu Jenderal) Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Veri Anggrijono, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang, Wakil Menteri Keuangan S.Nazara, hingga Dirut Perum Bulog Budi Waseso.
Fokus dari Rakortas yang dilaksanakan pada hari Minggu (24/4) tersebut menandakan betapa urgennya topik yang dibahas, yaitu tindak lanjut larangan ekspor minyak goreng sawit (MGS) dan bahan bakunya. Arahan Presiden Jokowi tersebut telah membuat multi tafsir dan berujung rontoknya harga TBS Petani sampai 35-45%. Demikian juga dari pasar minyak nabati dunia telah mengalami kenaikan sangat tajam sepanjang sejarah.
Harapan bagi petani akan adanya perbaikan harga TBS (Tandan Buah Segar) dari hasil rakortas tersebut pun berbuah hasil.
Namun, pelaksanaan konferensi pers hasil rapat tersebut ditunda. Meskipun hasil rapat rakortas tersebut telah memutuskan beberapa point penting, mungkin harus berkoordinasi dulu dengan Presiden Jokowi.
Anjloknya harga TBS Petani sawit bahkan lebih parah di Indonesia Bagian Timur. Hal ini dikatakan oleh Dorteus Paiki, Sekretaris DPW APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia) Provinsi Papua Barat.
“Harga TBS hari Kamis (21/4) masih bersikar Rp.3.700, tapi hari Sabtu (24/4) langsung jatuh dikisan dua ribuan. Sungguh sangat berat buat kami petani kecil di Papua Barat apalagi dengan harga pupuk yang sudah naik diatas 200%,” ungkap Dorteus.
“Kami di WAG APKASINDO selalu memonitor harga TBS saudara-saudari kami di 22 Provinsi APKASINDO, sangat memprihatinkan,” sambungnya.
Namun, Dorteus menuturkan mereka bangga dengan Ketua Umum DPP APKASINDO, Dr. Gulat ME Manurung, MP., CIMA,CAPO, atas perjuangannya untuk petani sawit Indonesia. Sampai Senin (25/4), jam 01.30 WIB, Ketum masih memonitor kondisi terkini harga TBS di 22 Provinsi sawit APKASINDO.
“Pengawasan melekat perjalanan Rakortas tersebut tidak luput dari perhatian Pak Ketum, sehingga kami selalu mendapat informasi A1, ujar Dorteus.
Menurutnya, mereka memaklumi kebijakan “jeweran” Pak Jokowi kepada semua stake holder sawit atas kisruh MGS pada 4 bulan terakhir. Namun, kebijakan tersebut harus dipertegas melalui penjabaran dari Kementerian terkait secepat-cepatnya sehingga tidak mengambang multi tafsir.
Dorteus mengatakan secara resmi memang hasil rapat belum diumumkan, mungkin hari ini (25/4) setelah adanya koordinasi dengan Presiden. Namun, berdasarkan informasi bahwa ada lima point penting yang sudah disepakati pada Rakortas tersebut.
“Tidak jauh beda dengan point-point yang diusulkan oleh DPP APKASINDO, sebagaimana hasil rapat internal DPP APKASINDO sehari setelah Pidato Presiden Jokowi,” urai Dorteus.
Berdasarkan pantauan DPP APKASINDO, catatan penting tentang poin-poin hasil rapat Rakortas tersebut yang pertama bahwa yang dilarang eksport itu hanya RBD Palm Olein yang merupakan bahan baku minyak goreng sawit dan minyak goreng sawit (MGS), sedangkan untuk CPO (crude palm oil) tidak ada larangan atau pembatasan. Kedua Menko Ekonomi memerintahkan supaya dilakukan pengawalan saat tender CPO di KPBN (Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara).
Ketiga harga TBS acuannya adalah bursa CPO Internasional dan tender CPO KPBN. Keempat memerintahkan agar kementerian terkait untuk membuat surat edaran ke seluruh Gubernur dan selanjutnya Gubernur meneruskannya ke GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) dimasing-masing provinsi. Kelima memerintahkan kepada Gubernur/Kepala Dinas yang membidangi perkebunan di provinsi sentra sawit untuk mengawal proses penetapan harga TBS dimasing-masing provinsi, agar perusahaan maupun PKS tidak sepihak menetapkan harga TBS Petani sawit.
Informasi ini, jelasnya, sudah cukup membantu untuk menenangkan stress petani sawit yang tersebar dari Sabang-Merauke. Namun untuk lebih jelasnya kami masih menunggu hari ini rilis resmi dari Kemenko dan Kemendag.
Poin – poin tersebut merupakan jawaban dan kesimpangsiuran informasi mengenai tataniaga sawit dan turunannya dan tentunya setelah ini, diharapkan agar harga sawit petani sawit kembali normal hari ini.
“Sangat beresiko jika gejolak harga TBS ini tidak segera diredam, kita perpacu dengan jam, bukan hari lagi, 16 juta petani sawit dan pekerja kebun swadaya sangat bergantung kepada harga TBS dan ekonomi sawit. Bagi kami petani sawit, gejolak harga TBS ini dampaknya bersifat harian, jadi langsung terasa apalagi bagi kami di Papua Barat,” tegasnya.
“Memang aneh, Permendag yang mengatur larangan eksport MGS-OLEIN belum terbit, tapi PKS-PKS sudah membabi buta menekan harga RBS kami Petani,”ujar Dorteus kesal.
Oleh karena itu, Ia menambahkan diperlukan ketegasan dan tindakan hukum dari APH (Aparat Penegak Hukum) dan Tim Satgas Pangan kepada PKS (Pabrik Kelapa Sawit) yang coba-coba cari keuntungan dengan menekan harga TBS petani dengan berbagai metode dan modus.
“Tanpa pengawasan dari APH dan Satgas Pangan, kami meragukan para pihak yang terkait (PKS) sungguh-sungguh mau melaksanakan sesuai dengan poin-point yang akan segera disampaikan ke masyarakat.,” pungkasnya. (RLS/SM)