Prof Fatem : Sekolah Sepanjang Hari, Perjuangan UNIPA Memutus Mata Rantai Putus Sekolah di Tanah Papua

Sorong, PBD – Sekolah Sepanjang Hari (SSH) merupakan konsep pembelajaran di sekolah dasar yang dikembangkan atas kerjasama Pemerintah Kabupten Sorong dan Universitas Papua melalui Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Saat ini kegiatan uji coba dan desian pembelajar berbasis konsep SSH sedang dilakukan di Kampus Konda dan Warmagege Distrik Konda Kabupaten Sorong Selatan.

Bacaan Lainnya

Di sela-sela keterlibatan sebagai narasumber pada kegiatan pelatihan BUMDES bagi perencanaan pemanfaatan hutan adat oleh masyarakat adat di Kabupaten Sorong Selatan, 16-17 Februari 2024, Profesor Dr. Ir. Sepus Fatem, M.Sc sekaligus Wakil Rektor Bidang Akademik UNIPA menyempatkan diri berkunjung dan menengok aktivitas pembelajaran yang sedang berlangsung di SD Inpres Konda Distrik Konda Kabupaten Sorong Selatan tersebut.

Menempuh perjalanan hampir satu setengah jam, Prof Fatem dan tim tiba di distrik Konda tepatnya di SD Inpres Konda sebagai tempat uji coba pelaksana. SSH merupakan konsep yang muncul oleh Tim UNIPA dalam rangka mencari model yang mampu menjawab persoalan dasar pendidikan sekolah dasar di Kabupaten Sorong selatan.

Menurut Profesor Fatem, hari ini di Tanah Papua, persoalan pendidikan menjadi sebuah “Fatamorgana”. Membaca data BPS terlihat bahwa Indeks pembangunan Manusia di Provinsi Papua 63,01 meningkat 0,85 poin (1,37 persen) dibandingkan tahun sebelumnya (62,16).

Sementara Papua Barat pada tahun 2023 mencapai 67,47; meningkat 0,75 poin (1,12 persen) dibanding capaian tahun sebelumnya. Selama periode 2020-2023, IPM Provinsi Papua Barat rata-rata meningkat sebesar 0,77 persen per tahun.

Salah satu komponen IPM yakni layanan pendidikan, khususnya rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah. Jika ditarik lebih khusus di Kabupaten Sorong Selatan, sesuai hasil penelitian Tim Universitas Papua, dijumpai bahwa ada ratusan anak di Sorong Selatan, Papua Barat Daya, yang putus sekolah. Minimnya dukungan orang tua dan keterbatasan jumlah guru menjadi penyebab kondisi itu.

Di Kabupaten Sorong Selatan hasil studi tersebut dijelaskan lama sekolah dari penduduk yang berusia 7 tahun baru setingkat 13,17 tahun atau setingkat Diploma 1; Rata-rata Lama Sekolah penduduk usia 25 tahun ke atas baru mencapai 7,49 tahun atau kelas 1-2 SMP; Penduduk Usia Sekolah yang tidak bersekolah menurut kelompok usia adalah SD 2.315 orang, SMP 3.322 orang, dan SMA/SMK sebanyak 1.240 orang, dengan total sebanyak 6.877 orang. Situasi pendidikan seperti ini berpengaruh terhadap persoalan pembangunan bidang lainnya di Kabupaten Sorong selatan.

“Kasus di Sorong Selatan ini menjadi satu contoh menarik yang mungkin sedang terjadi di daerah lain di Tanah Papua. Sehingga perlu dilakukan penataan termasuk kajian mendalam untuk memastikan angka partisipasi anak-anak sekolah dasar,” papar Wakil Rektor Bidang Akademik UNIPA ini.

Baca Juga:  Terkait Demo Besok, Kadis Pendidikan Himbau Kepsek Baca Situasi

“Program SSH telah berjalan sekitar 3 bulan pasca launching yang dilaksanakan oleh Pemda Sorong Selatan, UNIPA dan masyarakat Kota pada Bulan November 2023 lalu. Terdapat sebaran 4 kelas yakni kelas 6, kelas 5, kelas 4 dan kelas penyetaran. Total murid sebanyak 107 murid, guru tetap 9 dan guru pendamping 3 orang,” jelas Profesor Fatem saat berkunjung menyaksikan secara langsung aktvitas belajar yang dimulai pukul 06.00-17.00 WIT.

Salah satu alumni Universitas Papua, Yan Numberi, S.Pd sebagai pengawas Program SSH mengatakan pagi hari ketika tiba di sekolah, siswa diarahkan untuk mandi, mengantikan busana dari rumah dengan seragam sekolah, menyantap sarapan dan setelah itu mengikuti ibadah pagi selama 30 menit.

Setelah itu kegiatan belajar di kelas dilakukan hingga istirahat siang dan makan siang, dilanjutkan aktivitas belajar hingga pukul 16.30 WIT dan dilanjutkan ibadah penutupan.

“Memang awalnya SSH cukup menghadapi tantangan sebab adik-adik siswa/i ini sudah tidak sekolah secara baik , waktu lebih banyak dihabiskan berkebun, ke dusun dan ke laut meramu hasil hutan bersama orang tua. Guru di sekolah SD Konda tidak berada ditempat, kondisi bahan pembelajaran tidak memadai menyebabkan aktivitas di sekolah tidak berjalan, “terangnya.

“Keadaan ini menjadi tantangan awal ketika SSH akan dimulai, cukup susah mengajak siswa/i kembali ke sekolah. Namun semangat dan kerja keras tim pengelola, dialog dan komunikasi bersama para orang tua yang terus dilakukan, akhirnya para siswa/i dan orang tua sadar kegiatan belajar melalui SSH penting dan akan menolong anak-anak mereka untuk menikmati pendidikan demi masa depan mereka” sambung Yan yang juga Koordinator Pengawas yang juga alumni FKIP UNIPA Manokwari itu.d

Walaupun begitu, dengan senang hati orang tua mendorong anak anak mereka untuk kembali dan mengikuti kegiatan belajar yang dilaksanakan pada SD Inpres Konda sekaligus tambahan program SSH.

Satu hal yang patut di berikan acungan jempol bahwa para dosen FKIP UNIPA, pengelola program SSH, maupun guru tetap dan guru bantu menyadari keterbatasan bahan ajar, sehingga telah disusun modul pembelajaran yang menggunakan gambar dan bentuk yang sederhana dan memenuhi kebutuhan lokal.

Saat berkunjung ke SD Inpres Konda, terlihat bahwa manajemen SSH telah menyediakan loker, ruang ganti pakaian, ruang ibadah dan makan dan tempat mandi guna menunjang program ini, bahkan dapur tempat mengolah bahan makanan bagi siswa/i masih sederhana, menggunakan daun sagu dan kontruksi kayu rumah kampung.

Baca Juga:  Profesor Fatem: Unipa Dukung Promosi Studi Lanjut SDM Papua Melalui Beasiswa LPDP

Tampilannya masih sangat sederhana dan nampak beberapa mama-mama Konda dengan suka cita menyiapkan bahan olahan makanan untuk siswa/i SD Inpres Konda.

“Saya memaknai bahwa mama mama ini sangat mendambakan masa depan anak mereka untuk menjadi generasi emas Indonesia di Tanah Tehit, Tanah Konda, Negeri Sorong Selatan,” tutur Profesor Fatem.

Keterbatasan yang ada tidak melemahkan semangat orang tua untuk berjuang mengawal anak mereka ke sekolah, menyiapkan bahan makanan, mengolah dan menyajikan bagi para siswa/i SD Inpres Konda.

“Ini adalah doa dan kasih sayang ibu-ibu bagi anaknya,” tutur Fatem, saat bersama mama-mama juru masak di dapur program SSH Konda Sorong selatan.

Dalam kesempatan itu, orang tua siswa menyampaikan terima kasih.

“Terima kasih atas dukungan pemda dan Universitas Papua, sehingga anak-anak kami sudah bisa bersekolah, sudah bisa baca dan tulis,” kata mama Marike Mabruaru.

“Saya bangga dan berterima kasih sebab anak saya sudah bisa baca dan tulis, selama ini tidak bisa , tapi sekarang sudah bisa semuanya. Kami orang tua merasa bersyukur sebab perubahan pada anak kami sangat nyata dan nampak. Kami bersyukur untuk Tuhan, juga Terima kasih untuk Bapak Bupati Sorong Selatan yang memberikan dukungan dan bantuan program SSH, Tim UNIPA dan para guru yang telah menolong anak-anak kami,” ungkap mama Agustina Paroi dan Mama Yubeline Meres.

Ajakan Kerja Sama

Sebagai akademisi, ada harapan besar agar dukungan lanjut maupun intervensi secara masif oleh pemerintah Kabupaten Sorong Selatan dan Papua Barat Daya mutlak dilakukan dalam rangka mendukung program SSH sebagai langkah pengentasan persoalan pendidikan dasar khususnya literasi dan numerasi di Sorong Selatan.

“Kami ingin mengajak seluruh pimpinan daerah, Para Bupati/ Walikota dan Pemerintah provinsi di Tanah Papua untuk membangun hubungan kerjasama bersama perguruan UNIPA dan lainnya guna pengentasan literasi numerasi, kemiskinan, kesehatan maupun persoalan ekonomi. Lembaga perguruan tinggi memiliki SDM Dosen dan Mahasiswa, kapasitas, teknologi dan inovasi yang memadai dalam membantu menjembatani persoalan pembangunan di Tanah Papua, sehingga kolaborasi menjadi kata kunci dalam percepatan pembangunan di Tanah Papua. SSH di Kabupaten Sorong selatan merupakan bukti nyata, bukti kuat dari dukungan UNIPA demi pendidikan yang setara, adil dan inklusif sebagai mana arahan kebijakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi di tahun 2024,” harap Prof Fatem.

Jika melihat saksama, Sekolah sepanjang hari (SSH) dimana siswa datang lebih pagi ke sekolah dan pulang ke rumah di sore hari. Dapat diartikan sebagai suatu bentuk pendidikan yang diarahkan untuk membangun sikap disiplin yang tinggi, mutu akademik tinggi, pemenuhan kualitas gizi yang baik maupun, kemampuan berinteraksi dengan orang lain yang beda status sosial.

Baca Juga:  Prof Sepus Fatem: Target 2 Tahun ke Depan Jurnal di Unipa Terindeks Scopus

Menurut Profesor Orang Asli Papua termuda UNIPA itu, kedepanya, SSH akan di dorong oleh pimpinan UNIPA untuk direplikasi di kabupaten/ kota lainnya di Tanah Papua karena dianggap sebagai ‘’ inovasi adaptif ‘’ Universitas Papua dalam mendukung upaya pemerintah pusat dan daerah dalam pengentasan permasalahan literasi numerasi di Tanah Papua.

Sebagai salah satu pimpinan UNIPA, patut diberikan apresiasi dan terima kasih kepada Tim UNIPA yang di pimpin oleh Dr. Ir. Agus Sumule, Hengki Mofu, S.Pd., Dekan FKIP UNIPA, Dr, Hanike Monim, Yan Nunaki, S.Pd., M.Si; Hellena Tuririday, S.Pd., M.Si; Quin Tulalesy, S.Pd., M.Si dan tim pakar lainnya. Begitu pula ucapan terima kasih kepada Bupati Sorong Selatan atas nama pemerintah kabupaten Sorong selatan yang telah memberikan kepercayaan dan dukungan pendanaan bagi Universitas Papua, khususnya Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan untuk mengambil peran utama dalam melaksanakan kajian, diskusi dan menyusun kerangka besar bagi pengembangan pendidikan dasar di Tanah Tehit.

Ke depan, Menurut Profesor Sepus Fatem, UNIPA akan menyusun perencanaan untuk menempatkan para mahasiswa program MBKM skema mandiri melalui KKN Tematik dan Kampus Mengajar untuk mendukung Program SSH di Sorong Selatan. Sebut saja kalau setiap semester secara bergantian mahasiswa UNIPA 20 orang saja kita tempatkan di sini, mereka mengajar membantu para guru dan pengelola program selama 1 semester, pasti perubahan akan jauh sekali. Mahasiswa mendapat 20 SKS direkoknisi, mendapat pengalaman dilapangan, karakter diri dan mental kepemimpinan di peroleh selama mengajar dan berKKN, ini kan sangat luar biasa.

Artinya ada 40 mahasiswa UNIPA setiap tahun yang ber-MBKM dan akan meningkatkan IKU Fakultas maupun Universitas. Disisi lain pada saat yang bersamaan siswa-siswi SD Inpres Konda mendapat banyak layanan belajar yang terpenuhi selama jangka waktu tersebut, maka sudah pasti akan mengubah kemampuan literasi, numerasi, keberanian diri bahpan pembantukan sikap mereka yang jauh berguna.

Terlepas dari program Sekolah Sepanjang Hari yang sedang berjalan, sebagai Akademisi, Profesor Fatem menyadari juga bahwa ke depan akan dilakukan asesmen dan evaluasi guna mengetahui tingkat keberhasilan dan faktor-faktor lain yang mungkin diidentifikasi masih menjadi kelemahan dari program SSH.

‘’ Namanya saja sebuah konsep dan kebijakan sehingga diperlukan penilaian dan evaluasi selama 1-2 tahun program ini berjalan. Ini penting demi perbaikan dan penataan program ini ke depannya, sehingga program ini memberikan kebermanfaatan bagi pembangunan sumberdaya manusia di Tanah Papua, khususnya Sorong Selatan, Papar Prof Fatem menutup sesi wawancara awak Media . (SM) 

Pos terkait