MANOKWARI – Terkait pemberitaan dan menjadi asumsi publik menyoroti kebijakan Gubernur Papua Barat dari beberapa politisi baik provinsi maupun kabupaten/kota, membuat Senator Papua Barat M.Sanusi Rahaningmas (MSR) angkat bicara.
Senator Papua Barat yang akrab disapa Batik Merah itu memberikan pencerahan kepada publik agar tidak salah memberikan penilaian miring kepada Gubernur dan Pemerintah Provinsi.
Menurut mantan anggota DPR Papua Barat tiga periode ini semua warga negara berhak memberi saran, masukan bahkan kritik kepada Pemerintah termasuk politisi yang merupakan mitra kerja yaitu Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif.
Sehingga sebagai mitra maka perlu mengetahui tugas dan wewenang kepala daerah agar publik tidak menyalahkan pemerintah bahkan Gubernur Papua Barat. Sebab itu, kata MSR dalam menyampaikan sesuatu kepada publik perlu hati-hati apalagi sebagai penyambung lidah masyarakat.
“Tidak selamanya kita mempertontonkan kepada publik tapi cukup dengan mendapat aspirasi dari masyarakat dan kita sampaikan kepada Pemerintah melalui mekanisme dan prosedural bukan saling menyerang dan menyalahkan Gubernur melalui Publik, mitra kerja sudah barang tentu saling memberi serta menerima informasi dapat menindaklanjuti sesui ketentuan yang berlaku,” tuturnya.
Apalagi menyangkut dana otonomi khusus, katanya, sesuai Visi-Misi Gubernur dan Wakil Gubernur saat kampanye itu akan diberlakukan 90% ditransfer ke Kabupaten/ Kota sedangkan 10 % dikelola pemerintah provinsi.
“Kita juga perlu tahu Gubernur tidak secara langsung terlibat dalam pelaksaan program-program pemerintah, tapi Gubernur dibantu pimpinan OPD sehingga semua program tertuang dalam RPJM dan RPJP Daerah dilaksanakan oleh organisasi perangkat daerah sebab inilah tugas mereka menjalankan berbagai program yang ada,” terang Sanusi.
“Ketika ada masalah dari masyarakat cukup sampaikan secara elegan dan bermartabat sesuai tugas dan wewenang masing-masing dengan tidak saling menyerang atau menyalahkan apalagi lewat Publik,” tambahnya.
Terkait dengan permasalahan rumah kumuh tidak layak huni di kabupaten/kota itu menjadi tanggung jawab Pemda setempat, jika daerah itu tidak mampu anggaran maka perlu ada kordinasi dengan Pemerintah Provinsi melalui OPD terkait sehingga dapat diprogramkan.
“Semua program-program dari Pemprov kan sudah termuat dalam RK masing-masing OPD dan dibahas bersama DPR Papua Barat melalui hearing dengan alat kelengkapan dewan (AKD) Maka disitulah peran legislatif sesuai fungsi dan tugasnya yang diatur dalam regulasi untuk dapat melakukan perbaikan. Perubahan pengurangan, penambahan bahkan mencoret dan menghilangkan sekalipun kalau dianggap bahwa program tersebut tidak berpihak kepada masyarakat,” tutupnya. (SM7)