MANOKWARI, – Panitia Pemilihan (Panpil) Anggota Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) telah melaksanakan proses pemilihan sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam Perdasi Papua Barat Nomor 8 Tahun 2022. Karena itu, dinamika yang terjadi dalam lembaga agama adalah merupakan persoalan internal lembaga agama masing-masing.
“Karena itu, dinamika yang terjadi oleh Gereja Bethel, Protestan, Gereja Pentakosta Indonesia, maupun rumpun Pentakosta maupun rumpun Bethel itu adalah persoalan internal di dalam sinode masing-masing bukan masalah panitia pemilihan,” kata Ketua Panitia Pemilihan Anggota MRPB periode 2023-2028, Vitalis Yumte.
Menurutnya, saat sinode menyerahkan dokumen usulan bakal calon anggota MRPB yang diusulkan kepada panitia pemilihan, maka tidak ada keweangan dari sinode. Setelah penyerahan dokumen usulan, proses verifikasi adalah kewenangan pantiia pemilihan.
Selanjutnya, kata Yumte, untuk mekanisme penetapan calon tetap dan calon pergantian antarwaktu, panitia pemilihan menyelenggarakan musywarah dengan melibatkan masing-masing tiga perwakilan diusulkan oleh masing-masing sinode, keuskupan, maupun MUI.
“Jadi mereka yang diusulkan oleh lembaga keagamaan masing-masing, merekalah yang bermusyawarah dan memutuskan siapa yang masuk, siapa yang masuk dalam daftar pergantian antarwaktu. Jadi panitia tidak terlibat menentukan seseorang,” tegasnya.
Itulah yang dilakukan saat musyawarah pada 26-27 Mei kemarin. Dengan demikian, kata Yumte, panitia pemilihan tidak bisa menerima nama-nama yang tidak diusulkan dan tidak ditetapkan dengan surat keputusan panitia pemilihan.
Dalam musyawarah tersebut, lanjut Yumte, tiga perwakilan dari setiap lembaga keagamaan itulah yang menjadi peserta musyawarah untuk memilih calon anggota MRPB dari agama atau rumpun masing-masing. Hal itu karena panitia pemmilihan menghormati kewenangan dari setiap lembaga agama dan mempraktikkan demokrasi yang sebenarnya.
Baca Juga: Gelar Rapat Perdana, Tim Terpadu Rumuskan Tahapan Penyediaan Tanah untuk Perluasan Bandara Rendani
“Kita menghargai dan menghormati kewenangan dari lembaga keagamaan untuk menentukan orang-orang yang masuk mewakili perwakilan agama masing-masing, sehingga bekerja nanti selama lima tahun mereka juga taat terhadap nilaia-nilai agama, gereja, dan menghormati hierarki. Dengan demikian, mereka merasa tidak begitu bebas tetapi anggota yang terpilih, dilantik, dan bekerja mereka punya hubungan emosional dengan lembaga agama maupun warga gereja masing-masing, sehingga tidak terkesan bahwa mereka ada atas kemauan mereka sendiri,” tegasnya lagi.
Karena itu, tambah Yumte, jika ada dinamika atau ada oknum calon yang merasa dirugikan bisa berbicara atau bertanya pada lembaga agama masing-masing.
“Mereka tidak bisa bertanya langsung kepada panitia pemilihan karena panitia tidak mempunyai kewenangan untuk menentukan siapa yang masuk dan siapa yang masuk dalam daftar tunggu,” tandas Yumte. (SM7)