MANOKWARI, – Angka prevalensi stunting di Provinsi Papua Barat mengalami kenaikan dari 26,2 persen di tahun 2021 menjadi 30 persen di tahun 2022. Karena itu, Penjabat Gubernur Papua Barat menekankan 11 langkah konkret yang harus dilakukan untuk mempercepat penurunan stunting.
Saat mewakili Pj Gubernur membuka Rakerda Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting Papua Barat dan Papua Barat Daya Tahun 2023, Kamis (02/03/2023, Asisten I Sekda Papua Barat, Robert Rumbekwan, mengatakan kenaikan angka prevalensi syunting di Papua Barat merupakan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022. Meski data tersebut hasil survei, namun merupakan potret upaya konvergensi yang telah dan sedang dilakukan.
Karena itu, menurutnya, beberapa langkah konkret yang harus dilakukan untuk mempercepat penurunan angka stunting di Papua Barat yakni melakukan verifikasi dan updating data Elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E-PPGBM) data pendataan keluarga 2022 karena data tersebut merupakan data riil untuk melaksanakan intervensi spesifik dan intervensi sensitif.
Kedua, optimalisasi pemanfaatan anggaran yang telah ditetapkan untuk percepatan penurunan stunting serta mengarahkan kegiatan-kegiatan yang berisikan sasaran keluarga berisiko stunting untuk edukasi dan promosi pencegahan stunting.
Ketiga, pemberian tambahan asupan nutrisi pemulihan bagi bayi 0-23 bulan yang berisiko stunting harus tepat sasaran, tepat komposisi menu, tepat jumlah, dan tepat waktu dengan sistem pengelolaan yang terkoordinir dan terkontrol.
Keempat, bayi berisiko stunting yang mengalami hambatan pertumbuhan setelah diintervensi harus dirujuk ke tenaga ahli guna mendapatkan pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut.
Kelima, mencegah lebih daripada mengobati, sehingga keluarga berisiko stunting harus diedukasi dan diintervensi agar tidak hamil dalam kondisi berisiko. Bagi yang sedang hamil dan menyusui harus dicegah agar tidak mengalami kekurangan gizi.
Keenam, bayi 24-59 bulan yang sudah terpapar stunting harus tetap diintervensi meskipun sudah sulit untuk sembuh. Hal ini penting agar mereka tidak mengalami penderitaan yang lebih berat.
Ketujuh, penanganan stunting harus dimulai dari hulu. Karena itu, remaja putri harus diedukasi tentang pentingnya memelihara kesehatan reproduksi. Bagi remaja putri terutama yang akan menikah tiga bulan ke depan harus mendapatkan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan kesehatan mereka.
Kedelapan, keluarga sebagai lembaga pertama dan utama untuk melakukan pendidikan bagi anak-anak. Karena itu, lakukan promosi dan edukasi bagi keluarga agar memiliki pengetahuan yang baik tentang pengasuhan 1000 hari pertama kehidupan dan pengasuhan tumbuh kembang balita dan remaja secara proporsional.
Kesembilan, penanganan stunting harus dilakukan secara multipihak dan konvergen. Karena itu, semua instansi yang ditugaskan Presiden untuk menangani stunting dan keluarga berisiko stunting harus benar-benar bersinergi melalui koordinasi yang baik, sehingga aksi intervensi terlaksana dan berdampak pada penurunan kejadian stunting.
Kesepuluh, Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) yeng telah dibentuk harus proaktif melakukan koordinasi, monitoring, dan evaluasi seluruh aksi intervensi yang dilaksanakan setiap instansi dan melaporkan perkembangannya kepada gubernur, bupati, dan wali kota setiap tiga bulan dan menyampaikan laporan sesuai Perpres 72 Tahun 2021.
Kesebelas, kepada pihak yang telah berkenan menjadi orangtua asuh, diajak memberikan bantuan kepada anak-anak yang membutuhkan dengan sukacita. Bantuan yang diberikan akan dikelola dengan baik dan perkembangan setiap anak yang diintervensi akan disampaikan melalui google form, sehingga dapat diikuti perkembangan tumbuh kembang mereka.
“Penanganan stunting dan kemiskinan ekstrem harus difokuskan pada daerah atau kampung yang memiliki prevalensi tinggi. Namun tidak mengabaikan kampung lain yang juga memiliki keluarga berisiko dan potensi mengalami kemiskinan ekstrem,” ujarnya.
Berdasarkan Inpres Nomor 3 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Penyelenggaraan Kampung Keluarga Berkualitas, Rumbekwan instansi terkait mengarahkan program dan kegiatan kepada kampung keluarga berkualitas yang memiliki prevalensi stunting, keluarga berisiko, dan kemiskinan ekstrem tinggi agar kampung tersebut berkembang menjadi kampung bebas stunting dan kemiskinan ekstrem.
“Dengan aksi konvergensi yang terkoordinasi, saya yakin kampung yang memiliki prevalensi stunting, gizi buruk, gizi kurang, kemiskinan ekstrem akan semakin berkurang serta masalah ekonomi, dokumen kependudukan akan semakin meningkat, sehingga kampung-kampung dimaksud benar-benar menjadi kampung berkualitas,” tandasnya. (SM7)