Manokwari – PDI Perjuangan menolak hasil pleno tingkat distrik dan kabupaten terkait pemilihan presiden (Pilpres).
Saksi PDI Perjuangan, Aprin Terok, mengatakan ada beberapa poin alasan penolakan. Salah satunya penggunaan bantuan sosial (bansos) dan keterlibatan pemerintah pusat, dianggap sebagai kecurangan yang sistematis, terstruktur, dan masif.
“Dikarenakan keterlibatan pemerintah pusat, contohnya Bansos. Bansos dibagikan mendekati Pemilu. Kemudian cawe-cawe dari presiden dan itu yang utama,” ungkapnya saat pembacaan rekapitulasi Pilpres dari Distrik Prafi saat pleno rekapitulasi perhitungan suara pemilu 2024 tingkat KPU Kabupaten Manokwari, Senin (4/3/2024).
“Jadi menurut kami Pemilu ini Pemilu paling brutal,” sambungnya.
Terkait penolakan itu, saat diwawancarai, Aprin menuturkan awalnya KPU menolak. Tapi dirinya bersikeras karena pihaknya berhak menyampaikan keberatan.
“Ini khusus untuk hasil Pilpres, kita bukan permasalahkan di tingkat distrik (kecamatan) tapi secara nasional,” jelasnya.
Selain terkait bansos, pelanggaran etik perubahan UU Pemilu di MK dan penerimaan pencalonan oleh KPU RI juga jadi landasan penolakan hasil pleno oleh saksi paslon Ganjar-Mahfud. Hal itu juga disampaikan pada poin keberatan pertama.
Katanya lagi penolakan sesuai instruksi DPP PDI Perjuangan.
“Kami menolak hasil dan tidak akan membubuhkan tanda tangan berita acara pemilihan presiden dan wakil presiden dari rekapitulasi tingkat kecamatan, kabupaten, berlanjut ke provinsi hingga nasional,” tandasnya.
Sebelumnya, di beberapa daerah di Indonesia yang telah melaksanakan pleno rekapitulasi, saksi-saksi PDI Perjuangan juga melakukan hal yang sama menolak rekapitulasi Pilpres. (SM)