MANOKWARI – Bangkitkan rasa cinta terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di kalangan millenial sebagai estafet perjuangan Bangsa kedepan, masih menjadi tugas rumah bagi pemerintah pusat hingga ke daerah.
Menyikapi hal itu dalam dialog publik, Kepala Bidang Kepemudaan pada Dinas Pariwisata Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Manokwari, Septer Dimara, menjelaskan dalam birokrasi pemerintahan belakangan ini, rupanya kurang mendapat respon.
Sehingga formula yang dibangun olehnya adalah memberanikan diri untuk tidak tinggal diam, melainkan menjemput setiap peluang bantuan yang datang atas koordinasi dan konsolidasi yang dibangun dengan pihak ketiga dalam hal ini swasta.
“Ia, dan saya harus katakan bahwa pemuda di Manokwari kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Jadi formula yang saya bangun saat ini adalah formula pasang badan, dengan pihak swasta. Nah dari itu, pemuda di beberapa RT dan RW, dapat kami berdayakan dengan berikan pelatihan menjahit, pahat, dan olahraga. Kemarin kami kirimkan anak-akan asli Papua ke Yogyakarta, agar mereka bisa belajar di sana untuk memodernisasikan kerajinan tangan mereka. Itu pun tanpa dana dari pemerintah. Goes Sepeda Nusantara juga, kami buat,” beber Dimara.
Kondisi yang sama juga diakui Ketua Karang Taruan Rembos Borasi Manokwari, Armando Idorway, bahwasanya tidak ada perhatian dari pemerintah dan pihak terkait khususnya KNPI.
Dirinya mengganggap organisasi karang taruna adalah organisasi dasar untuk pemuda, dalam membentuk jati diri dan akhlak. Oleh karenanya, wajib di dukung dan di dorong oleh pemerintah, agar para pemuda tidak terjerumus ke hal-hal negatif.
KNPI yang dianggap sebagai mitra, sebut Idorway, tidak memiliki andil yang kuat dalam merangkul kaum muda di Manokwari dan Papua Barat secara umum. Bukan dengan kegiatan seremonial, namun dalam hal ini yang di maksukdan adalah pengembangan sumber daya manusia yang sangat penting, agar ada rasa cinta terhadap Bangsa dan Negara.
“Pemerintah dan KNPI, walaupun kami hanya sebagai mitra kerja, kami berharap ada kegiatan yang tidak bersifat seremonial, tetapi lebih di fokuskan pada pengembangan SDM, dalam hal menciptakan kreatifitas, akhlak dan karakteristik mereka, yang tadinya kita bilang nakal, tapi kita belum turun ke bawah,” pesan Armando.
Soal rasa cinta terhadap Bangsa dan Negara, dalam dialog publik juga di hadirkan salah satu purna Paskibraka Nasional tahun 2006, Yulita Lisa Nuboba. Menuruntya, sejak dirinya terpilih untuk mewakili Papua Barat di Istana Merdeka dalam Pasukan Pengibar Bendera (Pakibraka), secara otomatis telah tertanam rasa kebangsaan dan nasionalis di dalam dirinya.
Lisa mengaku, hasilnya masih dirasakan hingga kini dirinya telah berkeluarga. Sebab, displin dan tanggungg jawab yang di dapatinya selama menjalani proses sebagai seorang Paskibraka itu, menjadi semangat yang luar biasa.
Rasa itu lalu ditularkan kepada generasi muda saat ini, dengan melakukan beberapa kegiatan yang mengandung makna kecintaan terhadap NKRI.
“Saya saat terpilih jadi Paskibraka di Isatana Negara, itu kami di tempah dan dibentuk untuk menjadi pribadi yang luar biasa. Dan ketika pulang ke daerah masing-masing, itu masih saya rasakan sampai hari ini. Selain itu, menjadi tugas dan tanggung jawab kami untuk sebarkan itu kepada adik-adik kita. Ada kegiatan yang biasa kami lakukan setiap Minggu sore di halaman eks Polda lama, untuk pemuda dan siswa aktif,” tutur Lisa.
Mengingat jumlah pemuda yang semakin meningkat, tentu menjadi tugas dan tanggung jawab semua pihak, dalam merangkul dan mendorong semangat nasionalisme dan kebangsaan, melalui kegiatan pengembangan minat dan bakat, serta sumber daya manusinya, untuk menjadi generasi yang memiliki rasa cinta terhadap Bangsa dan Negara. (SM3)