MANOKWARI – BPJS Kesehatan melanjutkan kerja sama dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat dalam hal pengawasan kepatuhan badan usaha (BU) membayar iuran BPJS Kesehatan. Kerja sama ini sebelumnya berhasil mendorong kepatuhan BU membayar iuran BPJS Kesehatan.
Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Papua-Papua Barat, Budi Setiawan, mengatakan, untuk proses pengawasan pemeriksaan berdasarkann PP Nomor 86 Tahun 2013, terlebih dahulu BPJS Kesehatan melakukan pengawasan dalam bentuk pemberian informasi dan sosialisasi. Bila ada indikasi ketidakpatuhan baru dilakukan pemeriksaan.
“Kita lanjutkan (kerja sama) yang sudah jalan. Kami sampaikan terima kasih atas dukungan Kejati Papua Barat dan para kejari dalam proses pengawasan kepatuhan ini,” ujarnya usai penandatanganan perjanjian kerja sama antara BPJS Kesehatan Wilayah Papua-Papua Barat dengan Kejati Papua Barat, Jumat (22/04/2022).
Tahun lalu, tambahnya, tingkat keberhasilan koordinasi melalui kerja sama tersebut mencapai 72 persen. Angka ini merupakan yang tertinggi di Indonesia.
“Dari 85 badan usaha (BU) berhasil patuh sebanyak 65 badan usaha atau 72 persen. Mudah-mudahan apa yang sudah baik ini ditingkatkan lagi, sehingga program Jaminan Kesehatan Nasional di Papua Barat menjadi lebih baik, sehingga harapan Indonesia sehat benar-benar terwujud,” tukasnya.
Kajati Papua Barat, Juniman Hutagaol, mengatakan, BPJS Kesehatan sebagai penyelenggaran Program Jaminan Kesehatan Nasional dalam menjalankan tugas banyak menghadapi permasalahan. Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan itu, dipandang perlu dilakukan kerja sama antara BPJS Kesehatan dan Kejagung.
Kerja sama itu di Provinsi Papua Barat, lanjut Hutagaol, sebelumnya telah dilaksanakan pada Januari 2020. Namun telah berakhir masa berlakunya, sehingga dilakukan penandatanganan perpanjangan perjanjian kerja sama antara BPJS Kesehatan dan Kejati Papua Barat.
“Saya sangat mengapresiasi kegiatan ini dan berharap melalui kerja sama terjalin pemahaman yang baik dan kerja sama ini tidak hanya sampai pada penandatanganan PKS, namun dapat ditingkatkan dengan penyerahan SKK apabila ditemui permasalahan-permasalahan hukum di lapangan,” ujarnya.
Tahun lalu, lanjut Hutagaol, capaian tingkat kepatuhan mencapai 72 persen. Jika semua pemangku kepentingan patuh, kemungkinan tidak diperlukan adanya SKK kepada kejaksaan. Namun ada saja yang bandel, sehingga masih diperlukan langkah-langkah oleh kejaksaan baik melalui litigasi atau nonlitigasi.
“Mudah-mudahan ke depannya kita mengharapkan capaian bisa melebihi 72 persen supaya semua warga negara terutama rakyat akar rumput mendapatkan pelayanan kesebagaimana haknya,” katanya.
Hutagaol juga mengimbau pemerintah daerah dan para pengusaha untuk menaati dan melaporkan dengan benar keikutsertaan para pegawai terutama non-ASN menjadi peserta BPJS Kesehatan serta membayarkan iuran bila masih ada tunggakan.
“Selain itu, kami berharap dan mendorong peningkatan kualitas pelayanan BPJS Kesehatan kepada masyarakat. Sebab tidak dapat disangkal dengan peningkatan pelayanan memberikan pengaruh yang besar terhadap kepesertaan masyarakat maupun perusahaan,” pungkasnya. (SM7)