MANOKWARI – Angka prevalensi stunting di Kabupaten Manokwari masih sangat tinggi. Untuk itu, dibutuhkan kerja sama dan kerja nyata untuk menurunkannya.
“Angka stunting di Kabupaten Manokwari masih sangat tinggi, namun bukan berarti target tersebut tidak bisa kita capai dengan baik. Ini membutuhkan kerja sama dalam mencapai percepatan penurunan stunting,” kata Kabid KBKS Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlingan Anak, dan KB Kabupaten Manokwari, Martha Maria Pattipeilohy.
Menurutnya, stunting harus ditangani dengan kerja sama dan kerja nyata agar tercapai. Dalam hal ini bisa dilakukan dengan adanya intervensi dalam penurunan stunting.
“Intervensi gizi spesifik ini adalah kegiatan yang berlangsung menjadi tanggung jawab kita semua,” tegasnya, dalam laporan kegiatan sosialisasi percepatan penurunan stunting dan intervensi gizi spesifik di Distrik Manokwari Selatan, Kamis (15/9/2023).
Dia menambahkan, dalam kegiatan itu juga dilakukan pemberian intervensi kepada baduta di wilayah kerja Puskesmas Maripi dan Puskesmas Sowi yaitu pemberian PMT pemulihan kepada Baduta usia 0-23 bulan sebanyak 10 anak dan PMT kepada bumil sebanyak 10 orang.
“Kemudian dalam kegiaan ini ada pemberian PMT penyuluhan yang akan diberikan pemerintah daerah kepada kepala Puskesmas yaitu Puskesmas Sowi dan Puskesmas Maripi, dan selanjutnya akan disalurkan kepada Posyandu di wilayah kerja masing-masing,” tukasnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan, Marthen Rantetampang, dalam sambutan tertulis Bupati menyampaikan Penurunan stunting, tidak dapat dikerjakan oleh satu instasi saja tetapi harus melibatkan multi-pihak termasuk sektor swasta, kader PKK, petugas Posyandu, kader Keluarga Berencana (KB).
“Berdasarkan hasil SSGI Tahun 2022, kita mengalami kenaikan 9,7 persen dari kondisi tahun 2021 sebesar 26,2 persen menjadi 30,6 persen. Meskipun data Tltersebut hasil survei, namun merupakan potret dari upaya konvergensi yang telah dan sedang kita lakukan,” katanya.
Karena itu, beberapa langkah konkret yang dilakukan untuk mempercapat penurunan stunting di Kabupaten Manokwari yakni pertama melakukan verifikasi dan updating data untuk memperoleh data riil guna melakukan
intervensi spesifik dan sensitif.
Kedua, optimalisasi pemanfaatan anggaran yang telah ditetapkan untuk percepatan penurunan stunting serta mengarahkan kegiatan-kegiatan yang berisikan dengan sasaran keluarga berisiko stunting untuk edukasi dan promosi pencegahan stunting.
Ketiga, pemberian makanan tambahan asupan nutrisi pemulihan bagi bayi 0-23 bulan yang berisiko stunting harus tepat sasaran, tepat komposisi menu, tepat jumlah dan tepat waktu, dengan sistem pengelolaan yang terkoordinir dan
terkontrol.
Keempat, bayi berisiko stunting yang mengalami hambatan pertumbuhan setelah diintervensi harus dirujuk ke tenaga ahli agar mendapatkan pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut.
Kelima, mencegah lebih baik daripada mengobati, sehingga keluarga berisiko stunting harus diedukasi dan diintervensi agar tidak hamil dalam kondisi berisiko, serta bagi yang sedang hamil dan menyusui harus dicegah agar tidak kekurangan gizi.
Keenam, bayi usia 24-59 bulan yang sudah terpapar stunting tetap harus diintervensi meskipun sulit untuk sembuh. Hal ini penting agar mereka tidak mengalami penderitaan yang lebih berat.
Ketujuh, penanganan stunting harus dimulai dari hulu. Oleh karena itu, remaja putri harus diedukasi tentang pentingnya memelihara kesehatan reproduksi, gizi bagi remaja putri terutama yang akan menikah tiga bulan ke depan harus mendapatkan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan mereka dalam keadaan sehat, tidak mengalami anemia dan mengalami penyakit.
“Penanganan stunting membutuhkan dukungan banyak pihak. Saya minta instansi yang ditugaskan oleh Presiden untuk menangani stunting dan keluarga berisiko stunting harus benar-benar bersinergi melalui koordinasi yang baik dan melakukan aksi yang berdampak pada penurunan stunting,” tandasnya. (SM)