MANOKWARI – Pemerintah Papua Barat telah melaunching Merdeka Belajar dan berencana melaksanakan sekolah tatap muka terbatas. Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Manokwari menganjurkan untuk melaksanakan sekolah tatap muka terbatas, 70 persen siswa dan 70 persen guru di setiap sekolah harus sudah divaksin.
Di samping itu, perlu ada tim Covid-19 di setiap sekolah untuk memantau penerapan protokol kesehatan selama proses belajar mengajar berlangsung. Hal itu guna menghindari penularan Covid-19 di lingkungan sekolah.
Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Manokwari, Marthen Rantetampang, mengemukakan Gubernur Papua Barat pada pekan lalu sudah melaunching Merdeka Belajar di SMAN 1 Manokwari. Setelah launching langsung diadakan vaksinasi bagi para pelajaar.
“Ini tujuannya adalah bagaimana memberikan pemahaman kepada guru dan orangtua murid serta siswa untuk harus divaksinasi. Ini dimaksudkan agar begitu kegiatan sekolah tatap muka, maka ada rasa percaya diri, ada rasa aman ketika mengikuti sekolah tatap muka karena kan yang hadir pasti banyak anak-anak, banyak guru yang akan hadir, bahkan mungkin bisa orangtua atau komite sekolah datang ke sekolah,” ujarnya.
Menurutnya, potensi penularan Covid-19 masih mungkin terjadi. Oleh karena itu, vaksinasi bagi pelajar dan guru mesti terus digencarkan agar bisa mencapai minimal 70 persen siswa dan 70 persen guru yang divaksin.
“Kalau itu tidak dilakukan, saya pikir juga masih berisiko untuk anak sekolah dan bahkan guru itu sendiri,” katannyya.
Setelah 70 persen siswa divaksin dan 70 persen guru divaksin, menurut Rantetampang, maka sekolah bisa melaksanakan sekolah tatap muka terbatas. Namun, dalam melaksanakan sekolah tatap muka terbatas, pihak sekolah tetap wajib menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
“Misalnya air harus selalu ada, tempat cuci tangan harus ada, mungkin juga handsanitizer dan masker, kemudian mengatur jarak antarsiswa ketika belajar. Kapan membuka masker ketika proses belajar mengajar berlangsung, apakah memang itu tidak diperkenankan untuk buka. Berarti sekolah haarus punya semacam tim yang bisa memantau pelaksanaan selama proses belajar mengajar berlangsung karena mengatur anak-anak ini susah-susah gampang. Misalnya begitu masuk dari gerbang sudah harus diperiksa suhunya, kira-kira bagaimana. Manakala dia datang dengan kondisi 39 derajat Celcius ke atas atau 37 derajat Celcius ke atas, itu kan wajib dicurigai, sehingga bisa diperiksa dulu di Puskesmas kah untuk memastikan. Nah kalau itu tidak ada, maka dia dilos masuk. Kalau itu benar, maka penularan akan terjadi di lingkungan sekolah,” tandasnya. (SM7)