WAISAI, RAJA AMPAT – Badan Layanan Umum Daerah Unit Pelaksana Teknis Daerah (BLUD – UPTD) Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) provinsi Papua Barat mengajak seluruh stakeholder terkait yang berhubungan dengan wisata Pari Manta Raja Ampat dalam workshop yang dilaksanakan di Korpak Villa and Resort, Senin (06/12/2021)
Mobula Alfredi atau Pari Manta Karang menjadi fokus pembahasan dalam diskusi lintas sektor ini. Instansi pemerintah, dimulai dari paparan dari BLUD UPTD KKPD provinsi Papua Barat, lalu Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang Satker Raja Ampat, lalu Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (PSPL) Sorong, dengan turut hadir Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) SKW 1 Raja Ampat dan Pengawasan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan (PSDKP) Tual Wilker Raja Ampat.
Rekan kerja pemerintah seperti Asosiasi Homestay Raja Ampat, Asosiasi Speedboat Raja Ampat, Asosiasi Jaringan Kapal Rekreasi (Jangkar), Asosiasi Resort Raja Ampat, Professional Asociation of Diver Raja Ampat (PADRA), Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Raja Ampat. Lalu turut hadir LSM Mitra Pemerintah diantaranya, Yayasan Reef Check Indonesia (YRCI), Conservation International (CI), Yayasan Orang Laut Papua (YOLP), dan Misool Basevtin.
Pembahasan Carrying Capacity atau Daya Dukung dari spot populer agregasi Pari Manta Raja Ampat yaitu spot Manta Sandy dinilai akan semakin jenuh dengan wisatawan, dan diperkirakan akan semakin rusak saat meningkatnya wisatawan yang datang ke Raja Ampat pasca pelonggaran aktivitas kala pandemi covid-19 ini. Sehingga, berdasarkan penelitian dan kerjasama BLUD UPTD dan CI melalui Kelompok Kerja (Pokja) dan Kader Manta, serta dukungan para LSM Mitra pemerintah berhasil mengumpulkan informasi berupa 4-7 subpopulasi Pari Manta Karang di perairan Laut Raja Ampat, yakni Pulau Fam, Ayau, Yefnabi, Wayag, Hol Gam, Way, dan Boo Misool.
Kepala BLUD UPTD KKPD provinsi Papua Barat, Syafri Tuharea menjelaskan bahwa beban wisatawan di Manta Sandy yang berada di KKPD Selat Dampier nantinya akan disebarkan di beberapa lokasi agregasi Pari Manta Karang yang telah ditemukan ini, khususnya setelah bersama BKKPN Kupang Satker Raja Ampat bersama LSM Mitra pemerintah melakukan pemetaan zonasi agar yang dimanfaatkan dalam pariwisata ini hanyalah kategori feeding ground atau tempat Pari Manta untuk makan, dan Cleaning Station atau lokasi karang tempat Pari Manta membersihkan diri.
“Nantinya bersama-sama dalam keterkaitan satu sama lain dalam jejaring antara KKPD dan KKPN bersama para mitra dan stakeholder lainnya merumuskan dan memperbaharui Standar Operation Procedure atau SOP dan Code of Conduct atau CoC di spot-spot yang akan disiapkan untuk aktivitas wisata Pari Manta,” jelas Syafri Tuharea.
Menurutnya, SOP dan CoC sangat penting, agar jangan lagi ada pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dilokasi spot Pari Manta, seperti Aktivitas wisatawan saat menyelam atau diving cenderung menghalangi jalur berenang, dan menyelam terlalu dekat atau didepan, serta mengejar dan mendekat dari depan Pari Manta, sehingga semuanya itu berdampak negatif secara signifikan. Lalu interaksi pasif, berdampak pada berkurangnya gangguan dan reaksi berhenti makan secara signifikan. Juga interaksi penyelam dalam jarak 3 meter secara signifikan menyebabkan manta menghindari interaksi atau menunjukkan perilaku menghindar.
“Apalagi sering terjadi speedboat atau kapal menyeruduk masuk diatas lokasi feeding ground, dan kadang menabrak Pari Manta yang sedang makan. Ini akan kami buat aturannya sehingga ada punishment atau hukuman. Misalkan blacklist selama 3bulan dilarang ke Raja Ampat,” lanjut Syafri Tuharea.
Pari Manta Karang Raja Ampat ini termasuk dalam spesies vulnerable atau rentan dalam IUCN. Lebih lanjut, rekomendasi-rekomendasi yang telah dikumpulkan dari hasil diskusi dan pemikiran bersama dalam workshop ini, akan dimasukkan dalam pengembangan Wisata Berbasis Manta yang akan menjadi output bersama seluruh stakeholder. Dimana beberapa rekomendasi penting yang dihimpun awak media seperti Pengelolaan lokasi wisata Pari Manta pada lokasi agregasi penting, lalu buffer zone. Kemudian para wisatawan akan dikategorikan secara ketat dalam wisata diving dan snorkeling, dengan batas waktu selama adalah maksimal 60 menit di satu lokasi. (SM14)