RAJA AMPAT, WAISAI – Masyarakat Kampung Waigama dan Salafen yang berada di Distrik Misool Utara, Kabupaten Raja Ampat menerima Pelatihan Pengenalan dan Tekhnik Survey Ekologi untuk satwa laut yaitu Penyu dan Dugong yang dilaksanakan selama 3 hari, yaitu tanggal 1 hingga 3 Juli 2021. Hal ini disampaikan Polisi Hutan (Polhut) Pelaksana Lanjutan, Seksi Konservasi Wilayah I Waisai, BBKSDA Provinsi Papua Barat, M. Imron Mustadjab kepada awak media, Kamis (8/7/2021).
Dijelaskan Imron, awalnya dua kampung tersebut dilaksanakan pelatihan secara terpisah, tapi kelompok pemuda kedua kampung sepakat dan melaksanakannya hanya di satu tempat, dengan total jumlah peserta adalah 22 orang pemuda, yakni masing-masing 11 dari Salafen dan Waigama. Ia menargetkan kelompok pemuda agar pengetahuan tentang dua satwa yang dilindungi di Raja Ampat ini mudah dipahami dan dapat di follow-up dengan melibatkan dalam kegiatan kedepannya sebagai agen-agen perubahan di kampung masing-masing.
“Kami berikan pemahaman dengan materi-materi seperti; Pengenalan Dugong dan Lamun, Survei Dugong dan Lamun, Biologi dan Ekologi Penyu, Identifikasi Spesies, Tekhnik pemantauan penyu dan juga materi tentang Ancaman Terhadap penyu dan Upaya Pelestarian,” jelas Imron
Lanjut Imron, pelatihan berbentuk materi dalam kelas dan praktek langsung dilapangan dengan lokasi salah satu tempat bertelur dan bersarang penyu yaitu pesisir pantai Kali Kasim dan Pulau Nampale yang terletak didepan kampung Waigama dan Salafen ini, melibatkan dua fasilitator yaitu dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UNIPA, Deasy Lontoh dan Raja Ampat Marine Coordinator, Fauna & Flora International Indonesia Programme (FFI’s IP) kantor Raja Ampat, Ratna Ningsih Kuswara.
“Karena dua spesies ini (Penyu dan Dugong) keberadaannya secara umum menyeimbangkan ekosistem laut, dan di dua kampung ini, terdapat dua jenis penyu yaitu Penyu Sisik dengan status CR (critically endangered) atau Kritis dan Penyu Hijau dengan status EN (Endangered) atau Genting. Lalu Dugong ini statusnya VU (Vulnerable) atau rentan. Ini berdasarkan Red List IUCN. Harapannya pemahaman ini menular ke masyarakat yang lain,” lanjut Imron. (SM14)